Oleh : Henry Ismono
Kegiatan Ibu tiga anak ini sungguh komplet. Punya usaha sukses, tempat pendidikan, dan penulis buku wirausaha yang laris. Perjalanan usaha perempuan berusia 35 tahun ini pun pantas diacungi jempol.
Apa yang menarik Anda pada bidang UKM?
Sekarang, saya memang mengelola UKMKU, semacam lembaga pelatihan usaha. Namun, basic saya sebenarnya usaha yang sudah dimulai sejak SMP. Semua ini berkat dorongan bapak saya, R. Bambang Mulyo Raharjo. Beliau punya usaha perkebunan dan hotel di Yogyakarta. Namun, kami anak-anaknya, tidak mendapat fasilitas berlebihan. Bahkan, secara keras Bapak mengajarkan pada saya dan tiga adik saya, untuk berlatih usaha.
Sejak saya SD, Bapak sudah melatih mandiri. Bapak dan Ibu tinggal di Yogyakarta, saya dititipkan saudara di Jakarta. Sebulan sekali, orangtua menjenguk saya. Selama itu pula, orangtua tidak pernah memberi uang saku secara berlebihan.
Ketika SMP, Ibu ikut menemani saya dan tinggal di Cirendeu, rumah yang sekarang ini saya tempati. Karena memang tidak pernah mendapat uang saku, sejak kelas 1 SMP saya berjualan getuk, yang saya titipkan di kantin sekolah. Saya juga menjajakan sendiri dengan berjualan di sepeda.
Usahanya lancar?
Enggak laku. Saya ada pesaing seorang ibu yang jualan getuk lindri dengan cetakan dan warna menarik. Di sisi lain, getuk buatan saya sendiri, kurang menarik. Lalu, saya beralih jual agar-agar. Kali ini lumayan laku. Begitu seterusnya, usaha saya bertahap lebih maju. Menginjak bangku SMA lalu menjadi mahasiswa S1 di Ekonomi Manajemen Universitas Pancasila, usaha saya tambah maju lagi. Mulai dari jual beli baju, parcel, menjadi stand guide, saya lakoni. Saya sampai punya beberapa toko di kawasan Mangga Dua.
Setelah ada kerusuhan beberapa tahun lalu, toko saya jual. Sekarang ini, saya punya usaha pompa bensin dan persewaan alat pesta. Setelah jatuh bangun usaha saya lewati, saya menekuni bidang pendidikan. Sudah dua tahun ini, saya membuka tempat pendidikan UKMKU. Saat ini, bentuknya masih kursus.
Kok bisa menekuni lahan pendidikan?
Prosesnya tentu ada tahapan. Sebelumnya, saya dipaksa teman saya SMA, Safir Senduk, perencana keuangan, untuk bicara di seminar. Awalnya saya enggak mau, tapi dia terus memaksa. Dia, kan, tahu latar belakang saya yang sudah bisnis sejak kecil. Katanya, pengalaman saya melakoni usaha kecil, menarik untuk diceritakan. Bersama Safir, akhirnya saya sering bicara di seminar-seminar. Ternyata, peminatnya banyak. Saya pun mulai tertarik dengan pendidikan.
Selanjutnya, saya diajak Pietra Sarosa (managing partner Sarosa Consulting dan penulis buku tentang wirausaha) dan rekan-rekannya menjadi satu tim dengan Pak Rhenald Kasali, seorang pakar manajemen. Pak Rheinald punya program mendidik wirausaha di kalangan mahasiswa. Saya mulai mengajar di kampus STEKPI yang berlokasi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.
Saya suka dengan konsep pengajaran yang dibuat tim. Murid tidak diajari teori tapi langsung diajari berusaha. Murid bikin kelompok, lantas praktik langsung buka usaha. Mulai dari cara memproduksi, mengemas produk, sampai bagaimana mereka jualan. Nah, model ujiannya, mereka mempresentasikan usahanya.
Selain itu, Anda mengajar di mana lagi?
Sebenarnya, timnya Rhenald juga bikin program serupa di UI. Hanya saja saya tidak bisa masuk tim karena latar belakang pendidikan saya hanya S1, tak sesuai dengan standar UI. Selain itu, masing-masing anggota tim punya kesibukan sendiri. Pietra Sarosa, misalnya, dia punya lembaga consulting. Saya juga partnership di sana. Sekarang, saya ingin lebih fokus ke UKMKU.
Apa, sih, fokus UKMKU?
Karena basic saya wirausaha, saya bikin suatu wadah untuk melatih wirausaha. Sesuai namanya, saya memilih usaha skala kecil. Baik pemula sampai yang ingin mengembangkan. Saya tak ingin sekadar seminar, tapi melengkapinya dengan pelatihan usaha.
Misalnya, saya kerja sama dengan Ibu Sisca Soewitomo. Bersama Ibu Sisca, saya memberi pelatihan untuk organisasi atau perusahaan. Misalnya saja usaha membuat kue basah. Ibu Sisca tentang pembuatan kue, saya bicara soal pengembangan usaha. Yang paling baru, saya dipercaya BRI untuk memberikan pelatihan usaha kuliner dan makanan untuk analis kredit mereka. Saya mengajar mereka dengan bagi pengalaman.
Bagaimana cara Anda memperkenalkan UKMKU?
Dibantu suami, Tomy Achmad, saya membuka web www.ukmku.com. Saya tidak menyangka, peserta datang dari berbagai tempat di luar Jawa. Misalnya saja Bali, Jayapura, Ambon., Manado, Palangkaraya. Dari sekian banyak peserta kursus, yang terbanyak tentu saja dari Jakarta.
Kursus apa saja yang Anda buka?
Macam-macam. Misalnya saja usaha roti rakyat. Untuk kursus ini, saya dibantu seorang pedagang roti rakyat yang sudah belasan tahun menekuni usahanya. Bila dia bicara soal teknik membuat roti, saya menekankan kepada peluang usahanya. Mulai dari cara promosi, membuat brosur, cara menjual dst. Peserta memang saya motivasi untuk mulai usaha.
Setelah menerima materi dasar, saya juga minta mereka berinovasi. Saya katakan, bisnis sekarang ini jangan cari yang biasa. Buatlah yang yang berbeda dan punya nilai lebih. Dari situ muncul ide peserta yang unik. Misalnya saja untuk isi roti, ada yang membuat pakai telur asin.
Bagaimana dengan jumlah peserta?
Karena mereka mesti praktik langsung, pesertanya tidak terlalu banyak. Per kelas saya batasi maksimal 30 orang. Untuk roti rakyat ini, pesertanya ibu-ibu kalangan menengah ke bawah. Sebenarnya, sih, biaya kursus Rp 85 ribu - 100 ribu. Tapi, kalau saya dapat sponsor, terkadang malah gratis. Selain itu, ada kursus dekorasi kue, bakery, katering. Oh ya, terkadang saya juga minta ibu saya, Rosalien Fien untuk mengajar. Ibu, kan, pintar masak.
Bagaimana kiat Anda kepada peserta yang ingin buka usaha tapi terbentur modal?
Sebenarnya tidak ada alasan tak punya modal untuk buka usaha. Tak punya modal pun bisa mulai usaha. Contohnya seperti yang sudah saya lakukan. Untuk modal usaha, bisa modal sendiri, pinjaman, atau kerja sama. Untuk pemula mungkin sulit cari kredit di bank. Saya sarankan untuk menggadaikan barang berharga mereka yang tidak produktif. Uang itu bisa dipakai untuk modal. Bisa, kok, mulai dengan modal kecil.
Apa yang membahagiakan Anda dengan UKMKU ini?
Saya senang sekali bila mendengar peserta kursus berhasil membuka usahanya. Sudah lumayan banyak lho yang berhasil. Salah satunya peserta dari Bali. Dia menceritakan lewat telepon, usahanya berkembang. Bahkan, saya diundang ke sana.
Anda juga menulis buku tentang wirausaha?
Betul. Buku saya Kursus Singkat Usaha Rumah Makan Laris Manis tahun lalu diterbitkan oleh Elexmedia. Proses menulis buku ini hampir setahun. Ternyata, buku ini termasuk laris. Dalam waktu tujuh bulan, sudah cetak ulang tiga kali. Setelah itu, Elex minta saya kembali menulis buku. Tahun ini terbit Kursus Singkat Usaha Roti dan Kue Laris Manis. Buku terbaru ini juga sudah masuk proses cetak ulang.
Untuk judul kursus singkat ini, Elex membuat konsep seri. Rencananya, sih, sampai lima seri. Di luar buku ini, saya bersama Safir Senduk berkolaborasi menulis buku tentang Penipuan Usaha. Mungkin akhir tahun ini sudah terbit.
Kemudian di Sarosa Consulting, saya juga ada proyek menggarap buku. Sekarang, kan, di SMK atau di bangku kuliah ada pengayaan tentang materi wirausaha. Nah, saya menulis buku untuk buku sekolah ini. Dari rencana 25 seri, saya kebagian menulis sekitar 10 buku. Salah satunya usaha warung makan, tapi disesuaikan dengan kondisi anak sekolah. Seri buku pendidikan ini akan diterbitkan Penerbit Erlangga.
Anda, kan, dapat didikan keras dari orangtua untuk berbisnis. Apakah pola yang sama Anda terapkan pada anak-anak?
Saya tidak sekeras itu. Saya ingin kelak mereka menjalani profesi seperti yang mereka mau. Namun, anak sulung saya Diva yang kelas 5 SD, tampaknya senang menekuni bidang usaha. Sejak kecil dia memang sudah melihat aktivitas ibunya. Misalnya, dia saya ajak ke Tanah Abang untuk belanja kain. Dari situ jiwa bisnisnya terpupuk. Waktu kelas 3 SD, tanpa saya minta dia mencoba jualan stiker. Puasa kemarin dia juga jualan makanan kecil di depan rumah.
Suami saya juga menjalankan usaha sendiri. Dia jual beli motor second, lelang, dan pasok toko. Dia juga membantu mengelola usaha saya.
Sumber : Kompas, Kamis, 25 September 2008
0 comments:
Post a Comment