Oleh : Ani
Dewasa ini, kue-kue tradisional seperti kue khas Betawi semakin susah ditemukan di pasar. Sekalipun ada, jumlahnya sangat minim. Padahal, prospek usaha kue khas Betawi ini cukup baik. Buktinya, Suharsi (48) sanggup membesarkan dan memberi pendidikan yang layak pada lima anaknya hanya dengan hasil menjual kue.
Minimal, dalam sebulan Suharsi bisa meraih omset Rp 60 juta. "Itu baru satu pesanan saja, belum dihitung yang lain," kata Suharsi kepada Kompas.Com.
Sedangkan untuk modal, Suharsi mengatakan modal yang diperlukan untuk produksi kue khas Betawi tersebut relatif minim. Sekali produksi, Suharsi tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam atau hanya sekitar Rp 100.000 saja. "Modal seadanya. Paling kalau sekali bikin bisa Rp 100.000," tutur Suharsi yang memproduksi kue di rumahnya sendiri itu.
Suharsi yang memulai usahanya sejak tahun 1980-an ini, memang menjual konsep nostalgia. Banyak pelanggan Suharsi yang mengaku memburu kue tradisional karena teringat kegemarannya di masa lalu. Dulu, semasa masih mengenakan seragam putih-merah, kue-kue seperti kue satu, kue gemblong, tape uli, geplak Betawi, atau kue bakar Betawi sangat akrab bagi mereka.
Namun kini setelah dewasa, untuk menemukan tempat yang menyajikan kue tersebut sangat susah."Kebanyakan pengunjung bingung dimana mencari kue khas Betawi," kata Suharsi.
Karena itu, Suharsi memberi salah satu plihan tempat bagi pengunjung.Kue-kue ini dijual dengan harga rata-rata sekitar Rp 1.000 per buah. Sedangkan per kilogramnya, dijual dengan harga sekitar Rp 35 ribu-Rp 45 ribu. Adatnya, menjelang Hari Raya Idul Adha dan ulang tahun DKI Jakarta pesanan terhadap kue tradisional ini meningkat.
Sumber : Kompas, Selasa, 21 Oktober 2008
0 comments:
Post a Comment