May 28, 2009

A. Sainar Warna, Menjaring Uang dari Sarung Tenun

Menjaring Uang dari Sarung Tenun
Oleh : Ani

Satu lembar sarung tenun yang kita kenakan ternyata proses pengerjaannya bisa memakan waktu 6-10 hari. Meskipun lama, namun hasilnya indah. Umumnya, perajin sarung tenun ini adalah wanita dan ibu rumah tangga. Sebagian besar pembuatan sarung itu dikerjakan di rumah sendiri. A. Sainar Warna (44), mengasuh perajin sarung tenun di rumahnya.

"Harga per potong sarung tenun dijual antara Rp 40.000 per hingga Rp 10 juta, tergantung motif dan kualitas bahan," kata Sainar. Semakin langka sarung tenun, semakin mahal pula harganya.

Begitu pula dengan sarung tenun yang terbuat dari sutera.Sebagian besar perajin asuhan Sainar tetap mempertahankan tradisi tenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) secara turun temurun di tengah membludaknya industri sarung dengan menggunakan teknologi mesin. Walau alat tenun mesin jauh lebih cepat dibandingkan cara tradisional, hasil tenunan secara tradisional hasilnya jauh lebih halus.

Menjelang bulan puasa, biasanya permintaan meningkat. Dan mengalami peningkatan drastis biasanya saat lebaran akan tiba. Menenun membutuhkan ketekunan dan kesabaran tersendiri. Apalagi jika menggunakan benang sutra akan lebih sulit dan harus ekstra tekun dan sabar. Karena untuk membuat sarung tenun harus melalui beberapa tahap seperti ngiket, medhang, nyelup, ngebom, menenun, nggosok (menghaluskan dengan setrika) dan melipat, memberi cap, dan terakhir mengepak.

Untuk menyelesaikan satu lembar sarung tenun dibutuhkan waktu sekitar 6 jam. "Itu yang kasar, sedangkan yang halus bisa sampai 8 - 10 jam. Dan yang paling susah mengerjakan tumpal (bagian tengah sarung)," kata Sainar.

Keahlian membuat sarungan merupakan warisan keluarga secara turun-temurun. Pada dasarnya perajin tidak pernah dididik secara khusus. Awalnya biasanya cuma membantu orang tuanya, lama-lama keahlian itu begitu saja dimiliki. Hasil sarung tenunan yang kasar biasanya dijual seharga Rp 50 ribu, sedangkan sarung halus dijual di atas Rp 100 ribu.

Sainar mengaku salah satu kendala yang dihadapi perajin tenun adalah sulitnya permodaan. Modal diperlukan untuk menambah peralatan dan memenuhi pesanan. Padahal tradisi sarung tenun ini bisa dipertahankan dan dijadikan salah satu unggulan Makassar selain sentra industri lain. Karena itu, Sainar tidak terlalu ambil pusing masalah keuntungan dari usaha sarung tenunnya. "Setidaknya saya bisa melestarikan sarung tenun,"tuturnya.

Sumber : Kompas, Jumat, 17 Oktober 2008

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks