Jun 25, 2009

Sutjipto Gunawan : Sutjipto Kembalikan Pamor Keprok Punten

Sutjipto Kembalikan Pamor Keprok Punten
Oleh : JA Noertjahjo*

Jeruk keprok punten di daerah Batu dulu sangat terkenal. Akibat serangan CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration), tanaman jeruk ini punah. Namun, dalam Kontes Jeruk Keprok Nasional tanggal 30 Juli 2005 di Loka Penelitian (Lolit) Tlekung Kota Batu (Jawa Timur), muncul ”kejutan”. Salah satu varietas yang diyakini sebagai ”turunan” keprok punten ini merebut perhatian.

Lebih dari 15 jenis keprok yang dilepas Menteri Pertanian sebagai varietas unggul, tersungkur oleh keprok ”batu-55” sebagai pendatang baru. Varietas yang diyakini sebagai ”turunan” keprok punten ini merebut kedudukan teratas untuk predikat ”keprok nasional”. Dan figur di belakang keberhasilan itu adalah Sutjipto Gunawan (52), pemilik kebun jeruk seluas 10 hektar di Giripurno, pinggiran wilayah Kota Batu.

”Saya kaget, tetapi juga sangat gembira menerima kabar kemenangan itu,” ujar lelaki asli Malang yang akrab dengan sapaan Pak Tjip. Bahkan Kepala Lolit Tlekung, Arry Supriyanto, juga kaget meskipun sudah mengetahui ”kelebihan” batu-55.

Menurut Pak Tjip, ia kaget karena tidak mengira batu-55 yang notabene pendatang baru ini bisa menyisihkan keprok lain yang sudah punya nama, seperti keprok SoE dari Nusa Tenggara Timur atau Tejakula dari Bali. Padahal untuk kontes tersebut ia tidak mempersiapkan secara khusus. ”Pemkot Batu dan Lolit minta saya ikut kontes tanpa penjelasan rinci. Jadi ya saya sediakan buah seadanya,” ujar ayah tiga anak tersebut.

Belajar sambil kerja

Pak Tjip mengaku sudah lebih dari 20 tahun menggeluti hortikultura, khususnya apel dan jeruk keprok. Ia prihatin melihat nasib petani yang lebih sering tidak beruntung dari usaha pertaniannya. Ini ia amati sekitar 10 tahun, sewaktu membantu pamannya menjadi penyalur pupuk. Pekerjaan ini membawa dirinya sering bergaul dengan para petani. Di lain pihak, Pak Tjip merasakan betapa suburnya tanah negeri ini. Karena itu ia yakin, jika dikelola secara benar usaha tani bisa membahagiakan petaninya.

Karena itu, ketika pemerintah mengumumkan menyetop buah-buahan impor pada tahun 1982, Pak Tjip membeli perkebunan apel yang dijual pemiliknya. Dengan sistem ”belajar sambil bekerja” ia benahi perkebunan yang telantar itu. Tiga tahun kemudian ia mulai menikmati hasilnya, panen apel dengan kualitas produksi yang tergolong prima. ”Karena tahun 1983 impor buah dilarang, maka harga apel pun sangat baik,” tutur lelaki yang juga menjabat ’Gubernur Jawa Timur’ dalam organisasi Country Music Club of Indonesia (CMCI) binaan Tantowi Yahya itu.

Sutjipto Gunawan bukan hanya memerhatikan kebunnya sendiri. Ia aktif bergaul dan bertukar pikiran dengan para petani apel di daerah Batu. Saat itu apel mengalami masa jaya dan memberikan keuntungan cukup besar bagi para petaninya. Selain menjadi petani, akhirnya Pak Tjip juga melakukan jual-beli apel dan melayani permintaan dari berbagai kota di Indonesia.

Jeruk ”diplomat”

Tahun 1992 hampir semua tanaman apel di kebun Pak Tjip sudah kurang produktif karena usia tua. Berhubung tanaman apel terasa kurang menguntungkan, ia bongkar tanamannya dan menggantinya dengan jeruk keprok. ”Karena bibit yang tersedia jenis keprok batu-55, saya tanam itu. Katanya ini koleksi terbaik milik kebun percobaan Tlekung,” ujar Pak Tjip yang aktif di organisasi Lion Club dan berbagai organisasi sosial itu.

Lelaki yang lahir di Rumah Sakit Mardi Waluyo Malang itu bekerja keras untuk mengelola kebun sebaik mungkin. Dan hasilnya tidak mengecewakan. Ini juga ia lakukan untuk kebunnya yang lain di Desa Dresel (Batu) yang ditanami apel dan jeruk keprok. ”Menurut penelitian, residu pestisida apel dan jeruk hasil kebun saya sangat minim. Karena itu digemari para langganan, terutama di Jakarta,” kata Pak Tjip yang produksi kebunnya diberi merek Diplomat.

Selain keprok batu-55 yang merebut juara I, mandarin comune milik Pak Tjip juga menyabet juara II dalam kontes ini. Sedangkan keprok SoE berada pada posisi ketiga. ”Saya hanya punya 10 batang mandarin comune,” kata Sutjipto Gunawan yang selalu optimistis dan bersahabat itu. Namun jika masyarakat berminat mengembangkan, ia rela menjadikan ke-10 batang tersebut menjadi sumber bibit dengan ”mengorbankan” pohonnya tidak berbuah.

Kebun jeruk koleksi

Kebun Sutjipto Gunawan memang menawan. Selain dikelola secara profesional dan menampung lebih dari 50 tenaga kerja, juga menjadi kebun koleksi beberapa jenis jeruk keprok. Ia menanam keprok siem dan keprok pulung dengan warna kulit buah masaknya kuning bersih sehingga berpenampilan menarik. Ini berbeda dengan keprok siem yang umumnya berkulit hijau atau hijau dengan sedikit kuning di bagian tertentu. Ukuran buah dan warna keprok pulung pun lebih menarik dibandingkan dengan yang berada di daerah aslinya, Ponorogo.

Setelah merebut dua peringkat teratas dalam kontes, apa rencana Pak Tjip? ”Saya akan memenuhi imbauan Pak Gubernur untuk memproduksi buah sebagai komoditas ekspor. Terutama jeruk,” ujarnya mantap. Ditambahkan, ia juga siap bekerja sama dengan para petani dalam meningkatkan kualitas produk hortikultura, baik dalam menyediakan bibit bermutu maupun berkonsultasi dalam pengelolaan kebun, sampai pada pemasaran.

Pengorbit keprok batu-55 ini berobsesi menjadikan produk hortikultura sebagai tuan di rumah sendiri. Bahkan sebagai mata dagangan yang menjelajah berbagai negara lain sehingga menyejahterakan para petani. Keinginan mulia yang perlu didukung banyak pihak, terutama pemerintah dan para pelaku agrobisnis.

*JA Noertjahjo, Wartawan, Tinggal di Malang

Sumber : Kompas, Sabtu, 20 Agustus 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks