Jun 11, 2009

Susilo Nugroho : Susilo, Keprihatinan dari Panggung

Susilo, Keprihatinan dari Panggung
Oleh : Agnes Rita Sulistyawaty

Susilo Nugroho adalah Den Baguse Ngarso Pareng—pelawak yang pernah dikenal lewat acara Mbangun Desa di TVRI Yogyakarta--pertengahan tahun 1990-an. Ia sering menghibur khalayak korban gempa di Yogya, sekaligus melontarkan kritik-kritik yang aktual dan relevan dengan keadaan setempat.

Dana rekonstruksi dari pemerintah sudah turun. Ya, sudah turun...," ucap Susilo (47) di atas panggung, menjawab pertanyaan lawan mainnya, tentang bantuan pemerintah untuk korban gempa di Yogya. Hingga saat ini para korban gempa yang dijanjikan mendapatkan dana rekonstruksi Rp 30 juta untuk perbaikan rumah yang rusak berat atau roboh belum semua mendapatkan realisasi janji tersebut.

"Dana itu sudah turun," sambung Susilo, meyakinkan kembali teman melawaknya di panggung. "Turun dari Rp 30 juta menjadi Rp 15 juta. Itu pun belum pasti...," ucapnya, yang langsung disambut tawa para korban gempa yang jadi penontonnya.

Lawakan serupa yang disampaikan berulang kali di sejumlah tempat itu tidak sekadar menghibur. Ia juga membawa misi untuk membangkitkan kembali harapan dan semangat para korban gempa yang kehilangan rumah. Lewat lelucon yang disampaikan bersama rekan-rekan pelawak, Susilo mengajak masyarakat untuk mulai membangun kembali rumah mereka, sedikit demi sedikit.

Stres

Bila pekerjaan yang dilakukannya mengundang tawa para penonton, anak ketiga dari enam bersaudara itu justru kerap mendapatkan pengalaman sebaliknya. Setelah sederetan pentas di antara korban gempa, Susilo sempat meminta "libur" beberapa hari karena "masuk angin". Ia sakit karena stres melihat kondisi korban gempa.

"Setelah malam dipijat, saya bisa tidur. Pagi berikutnya saya bangun dan badan saya sudah tidak sakit lagi. Sakit saya itu kemungkinan karena stres melihat kondisi masyarakat korban gempa," kata pelawak yang juga kerap menjadi sutradara dan penulis naskah ini.

Susilo sebenarnya orang yang serius. Tokoh yang diperaninya, Den Baguse Ngarso Pareng, adalah tokoh bodoh yang berlagak pintar dan sombong serta bangga atas masa lalu yang semu. Dari raut wajah yang serius itu, Susilo bisa memancing tawa penonton.

"Saya berprinsip, pelawak harus mempunyai bekal materi yang ingin disampaikan. Bekal ini penting untuk mengimbangi keadaan bila suatu saat humor yang dilontarkan tidak bisa mendatangkan tawa penonton," tutur Susilo, yang sebaliknya tidak pernah menganggap karier sebagai pelawak sebagai sesuatu hal yang serius.

Persiapan dilakukannya, termasuk merekam lawakan pelawak lain dengan tape recorder dan mendengarkan rekaman itu kembali di rumah. Selain itu, berkumpul dengan sesama pelawak menjadi media untuk saling belajar atau bertukar lawakan. Susilo juga pernah bergabung dalam sejumlah teater "serius", seperti Teater Gandrik.

Guru SMK

Di kalangan masyarakat umum, nama Susilo Nugroho akrab dengan pertunjukan hiburan, baik di layar kaca maupun di panggung-panggung. Namun, dalam komunitas yang lebih terbatas, ia dikenal sebagai Ketua Jurusan Penjualan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Bantul.

"Guru dan pelawak itu punya banyak kesamaan. Mereka sama- sama aktor meskipun guru hanya menjadi aktor dari satu peran saja. Kedua profesi ini juga membutuhkan persiapan materi untuk disampaikan di ’panggung’. Hanya cara penyampaian yang berbeda," tutur alumnus Universitas Sanata Dharma ini.

Dari profesi sebagai guru itu juga, Susilo bertemu dengan istrinya, Awani Pratidina. "Resikone guru bagus (risiko guru ganteng)," celetuk ayah dari dua anak ini.

Sebagai pendidik sejak tahun 1982, ia banyak menikmati asam-manis dunia pendidikan. Sebelum ia menjadi ketua jurusan, anak-anak mendaftar ke jurusan ini bila nilai ebtanas murni (NEM) tidak mencukupi untuk mendaftar di jurusan lain. Akibatnya, sumber daya anak-anak juga sangat terbatas.

Setelah mendapat kepercayaan sebagai ketua, tahun 1994, ia mulai mencoba mencari celah mengembangkan keterampilan anak, sekaligus membangun kepercayaan diri siswa SMK. Susilo melobi tempat usaha agar bersedia menampung siswa-siswa bekerja di situ. Jadwal belajar di sekolah hanya satu atau dua hari. Selebihnya, anak terjun ke dunia usaha. Selain mengenal dunia usaha, para siswa mendapatkan tambahan uang saku.

Rencana berdagang

Untuk ujian akhir, ia meminta siswa membuat rencana berdagang dan kemudian menjalankan rencana itu selama kurun waktu tertentu. Sebagai bahan yang dipresentasikan, siswa itu harus membuat laporan tentang usaha yang dijalankannya. Salah satu siswa bahkan bisa meraup keuntungan hingga Rp 1,1 juta dalam waktu tiga minggu. Sebagian siswa meneruskan usaha yang mereka rintis di SMK.

"Sayangnya, ada sebagian anak yang melepaskan usaha itu dan memilih menjadi buruh," kata Susilo menyayangkan keputusan peserta didiknya.

Di sisi lain, pemupukan keterampilan anak justru digagalkan oleh ujian nasional dan kemudian ujian persamaan Paket C. Materi yang diujikan dalam ujian nasional di beberapa sekolah kejuruan bukanlah sesuatu yang penting karena tidak berkorelasi dengan peningkatan keterampilan anak.

Kondisi dunia pendidikan inilah yang menjadi keprihatinan Susilo. Seperti pelawak, ia akhirnya mengolah materi yang ada untuk ditampilkan di atas panggung. Tentu saja semua materi sesuai dengan kebutuhan pendengarnya.

Sumber : Kompas, Selasa, 14 November 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks