Budi Mulyo, Juragan Kambing Akikah
Oleh : Djoko Poernomo
Meski hanya mengenyam pendidikan hingga Kelas IV sekolah dasar, namun H Budi Mulyo tidak merasa rendah diri. Justru pendidikan yang hanya sekejap itu diimbangi bapak tiga anak dan kakek tiga cucu yang beristrikan Gunarsih (45) dengan kerja keras dilandasi ketaatan beribadah.
Hasilnya? Dalam waktu singkat Budi Mulyo mampu menyejajarkan diri dengan juragan-juragan kambing yang lebih dulu muncul di kawasan Yogyakarta bagian selatan.
Laki-laki kelahiran Kotagede, Kota Yogyakarta, tahun 1956 tersebut kini merupakan salah satu juragan kambing ternama di Yogyakarta dan sekitarnya.
Dari sekitar 600 ekor kambing yang disembelih per hari dan kemudian dikonsumsi warga setempat lewat warung-warung makan, entah dalam wujud sate, tongseng, gulai, maupun tengkleng, bisa dipastikan 10 persennya dipasok Budi Mulyo lewat bendera UD (Usaha Dagang) Mandiri Murni dengan alamat Dusun Pasegan, Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta.
Selain itu—ini yang istimewa—Budi Mulyo juga memperoleh banyak pesanan kambing untuk keperluan akikah. Per minggu, katanya, masuk tak kurang dari lima pesanan. Padahal, akikah bagi bayi laki-laki membutuhkan dua ekor kambing jantan, sedangkan akikah untuk bayi perempuan membutuhkan seekor kambing, juga jantan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2002, akikah artinya penyembelihan ternak (spt kambing atau lembu) sbg pernyataan syukur orang tua atas kelahiran anaknya, lazimnya dilaksanakan pd hari ketujuh; atau tradisi penyembelihan ternak pd upacara pencukuran rambut bayi ketika berusia tujuh hari sbg pernyataan syukur.
Budi Mulyo menjelaskan, secara langsung banyaknya permintaan akikah juga menunjukkan jumlah kelahiran per satuan waktu. Jika per minggu ada lima permintaan akikah, berarti ada lima kelahiran bayi atau 20 kelahiran per bulan atau 240 kelahiran per tahun.
"Padahal, yang memenuhi permintaan hewan untuk akikah bukan hanya UD Mandiri Murni saja," tutur Budi Mulyo menyangkut percepatan pertambahan penduduk. Bagi sebagian masyarakat di pedalaman Jawa, akikah hukumnya wajib.
Menyangkut jumlah kambing yang disembelih kemudian dikonsumsi sebanyak 600 ekor per hari, menurut Budi Mulyo, membuktikan bahwa masyarakat Yogyakarta sangat doyan makan daging kambing.
Untuk mendukung pernyataannya, juragan yang sangat bersahaja dan sering mengenakan kain sarung ini menunjukkan, di sepanjang jalan Imogiri, Bantul, bagian selatan saja kira-kira sepanjang 1 kilometer ditemukan 58 warung sate! Sebagian besar warung ini mengambil daging dari UD Mandiri Murni.
Seperti disebutkan, meski sangat doyan makan daging kambing, namun masyarakat Yogyakarta ternyata tak suka memelihara kambing. Untuk menyiasati, sebagian juragan kambing setempat, termasuk Budi Mulyo, terpaksa mencari "bahan baku" hingga Solo atau Muntilan, bahkan Magelang (Jawa Tengah).
Sekali pergi ke Solo, juragan seperti Budi Mulyo membawa uang tunai tak kurang dari Rp 45 juta. Harga seekor kambing sekarang antara Rp 200.000 dan Rp 300.000, tergantung ukuran. Menjelang hari raya kurban, harga biasanya bisa berlaku dua kali lipat.
"Saya berusaha tak mengecewakan para bakul. Berapa pun keperluan atas daging kambing, saya coba penuhi," tutur Budi Mulyo, anak keenam dari sembilan bersaudara putra-putri Suhadak, tokoh masyarakat setempat.
Di rumahnya, yang sekaligus merangkap sebagai abatoar (penjagalan) serta dapur masak, tiap hari ditemukan 80-an ekor kambing untuk persediaan berikut tujuh tukang potong.
Keistimewaan daging kambing hasil sembelihan Budi Mulyo adalah tidak amis, awet, timbangannya pas, dan ditangani dengan cara yang benar, termasuk pemberian doa-doa secara lengkap menjelang disembelih.
Beri beasiswa
Budi Mulyo—yang dalam mengendalikan usaha dibantu dua anaknya, Achadi Cahyonugroho (31) dan Refli Wulanto (29), serta sang istri sebagai juru masak—semula adalah perajin perak. Namun, usaha tersebut berubah kembang kempis akibat adanya paket kebijakan pemerintah di bidang ekonomi pada November 1985.
"Banyak usaha kerajinan perak gulung tikar akibat kehabisan modal," tuturnya.
Karena usaha perak tak lagi bisa dipegang, penggemar olahraga badminton ini langsung banting setir.
Ia kemudian menjalani hari-harinya dengan berdagang daging kambing yang didahuluinya sebagai penggembala. Karena modal usahanya tidak diperoleh dari pinjaman bank maupun pihak lain, maka Budi Mulyo pada tahun 1988 mendirikan usaha dagang yang dinamai Mandiri Murni.
Untuk meringankan beban sesama, Budi Mulyo telah menyisihkan sebagian keuntungan melalui pemberian beasiswa 20 anak setempat dari tingkat TK sampai perguruan tinggi.
Jumlah penerima, katanya, akan terus ditambah. "Saya merasakan bahwa semakin banyak anak yang disantuni, usaha saya semakin lancar," katanya terus terang.
Para penerima beasiswa—dua di antaranya hampir lulus S-1—setiap hari Minggu malam ia undang ke rumahnya untuk mengikuti pengajian sekaligus berkonsultasi seandainya ada yang kesulitan dalam hal keuangan dan belajar.
Sumber : Kompas, Senin, 13 November 2006
Jun 11, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment