Jun 5, 2009

Sheryl Crow : Crow, Gelisah dengan Pemanasan Global

Crow, Gelisah dengan Pemanasan Global
Oleh : Simon Saragih

"Si pemberontak", demikian julukan bagi Sheryl Crow. Ia dikenal sebagai pengkritik. Dia mengkritik kerakusan bisnis, para pembohong di Gedung Putih, invasi Irak, dan "American Idol" yang dianggapnya lebih menekankan sisi komersial. Kini, Crow turut mengampanyekan isu pemanasan global.

Crow adalah sosok penyanyi rock dan pop—belakangan cenderung ke country—dengan penampilan bebas dan blakblakan. Ketika Rob Tannenbaum dari Blender.com bertanya, apakah dirinya termasuk perempuan baik-baik? Jawab Crow, "Jelas saya gadis yang baik. Saya tidak ingin masuk neraka." Dia juga mengaku tak menggunakan obat-obatan terlarang.

"Saya berusaha menjadi teman bagi siapa pun," ujarnya dalam sebuah wawancara.

Meski banyak kalangan mengkritik kebijakan Pemerintah AS, Crow, seperti ditulis pada situs Sherylcrow.com, begitu bangga dengan negeri Paman Sam. Justru kecintaannya pada Amerika Serikat (AS) itulah yang membuat dia geram terhadap siapa pun yang dinilainya tak memiliki cinta dan moral untuk bangsanya.

Salah satu "korbannya" adalah Wal-Mart, salah satu jaringan toko eceran terbesar di AS. Ia mengkritik soal bebasnya penjualan senjata di Wal-Mart sehingga anak-anak pun dengan mudah bisa mendapatkannya. Sebagai balasannya, Wal-Mart sempat melarang penjualan album Crow. Namun, pelantun lagu If It Makes You Happy ini tak peduli dengan pelarangan itu.

Kritik lain yang juga disampaikan Crow, terutama saat dia naik panggung, adalah soal invasi AS ke Irak. Dia begitu menggebu-gebu menentang invasi tersebut. Sampai-sampai sebagian orang sempat mempertanyakan rasa patriotismenya.

"Jangan pernah Anda meragukan patriotisme saya. Saya memang warga AS, tetapi sekaligus warga global. Jadi, kita memang harus saling peduli antara yang satu dengan lainnya. Kalau memang bisa hidup berdampingan dengan damai, mengapa harus mencari musuh?" tutur Crow, yang bertinggi badan 161 sentimeter ini, seperti dikutip kantor berita AP.

Tak cukup menentang invasi AS ke Irak dengan ucapan dari mulutnya, kritik dan sikap Crow semakin cepat menyebar karena dia suka mengenakan kaus-T bertuliskan " I don’t believe in your war, Mr Bush!". Kaus itu juga dikenakan Crow saat tampil dalam acara "Good Morning America" di jaringan televisi ABC.

Protes tersebut sudah dilakukan Crow saat awal invasi, tahun 2003. Kampanye menentang perangnya juga muncul saat Crow menerima penghargaan Grammy sebagai penyanyi wanita terbaik musik rock. Dia tampil menerima penghargaan itu dengan baju bertuliskan "War is not the answer".

Crow seakan tak bisa memercayai apa pun alasan Gedung Putih tentang invasi Irak. Katanya, "Bagaimana saya bisa percaya dengan Gedung Putih yang diisi oleh tokoh-tokoh perminyakan? Bagaimana dengan dugaan perebutan minyak yang berada di balik invasi itu?"

Kalangan pers pun sempat menjadi sasaran kritiknya. Dia mengkritik pers yang dia anggap tidak cukup gigih menggugat kebijakan publik.

Perusahaan otomotif AS, seperti General Motor dan Ford Motor Co, juga menjadi sasaran kecamannya karena menghasilkan mobil yang boros energi sekaligus menghasilkan polusi serta memicu pemanasan global.

"Mengapa kita mau menjadi budak bagi industri minyak dan otomotif? Apakah karena mereka menghasilkan uang banyak?" demikian ucap Crow, yang pernah berkencan dengan musisi Eric Clapton dan pembalap sepeda AS, Lance Amstrong.

Konser

Belakangan Crow sedang sibuk berkampanye soal pemanasan global. Sepanjang April ini, misalnya, dia melakukan konser di beberapa kota di AS bersama para aktivis pemanasan global.

Pada 7 Juli 2007 mendatang, ia juga menjadi salah satu artis yang terlibat dalam live concert 0 yang akan berlangsung selama 24 jam. Konser ini bertujuan mengingatkan orang pada bahaya pemanasan global. Konser dimulai dari Asia Pasifik, dilanjutkan ke Eropa, lalu AS. Ia mendukung proyek konser yang dicanangkan mantan Wakil Presiden AS Al Gore yang masih berkaitan dengan isu pemanasan global.

Isu lingkungan hidup, kata Crow, telantar karena pemerintah sibuk dengan perang. Hal itu juga tidak membuat AS semakin aman karena taktik politisi yang tak jujur. Dia juga mengkritik Pemerintah AS di bawah Presiden George Walker Bush yang menolak ratifikasi Protokol Kyoto soal pengurangan emisi gas.

"Kita ingin menyadarkan generasi sekarang soal pentingnya lingkungan hidup yang lebih baik untuk masa datang," katanya.

Bakat musik

Orangtuanya, Wendell dan Bernice Crow, sudah melihat bakat musiknya sejak Crow masih kanak-kanak. Kehidupan keluarga yang menyukai musik memberinya sentuhan kebebasan berekspresi dan berkreasi. Dia tumbuh menjadi sosok yang bebas mengungkapkan apa yang dirasakan dan Crow mengekspresikannya lewat lagu.

Crow pindah ke Los Angeles dari Missouri pada 1986 dengan tujuan menjadi bintang. Dia memerlukan waktu delapan tahun untuk menjadi populer. Tahun 1995 dia berhasil meraih penghargaan Grammy lewat lagunya All I Want to Do, lalu tahun berikutnya Crow menyabet Grammy sebagai penyanyi wanita rock terbaik. Tahun 1998 kembali dia mendapat Grammy untuk kategori album rock terbaik, The Globe Sessions.

Sebelum itu ia menjadi karyawan dan penyanyi latar untuk Michael Jackson. Nasibnya mulai berubah setelah mendapat sentuhan produser musik Hugh Padgham tahun 1993. Kini, selain meraih sembilan penghargaan Grammy, tak kurang dari tujuh album rekaman telah dihasilkan Crow.

Dia tak sekadar menyanyi, tetapi dia juga piawai bermain piano dan gitar, serta mencipta lagu. Namun, kehidupannya tak berhenti hanya sebagai artis. Dia juga langsung berbuat untuk dunia, seperti pada isu pemanasan global.

Sumber : Kompas, Sabtu, 14 April 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks