Jun 5, 2009

Mustafa Abubakar Tak Mau Terjebak

Mustafa Abubakar Tak Mau Terjebak
Oleh : Hermas E Prabowo

Bagi Mustafa Abubakar, memimpin sebuah lembaga strategis di bidang pangan, yang sejak tahun 1970-an disorot sebagai lembaga korup, teramat berat. Selain membutuhkan komitmen yang kuat, juga keberanian dan ketegasan.

"Beras menjadi unsur penentu bagi stabilitas dan ketahanan pangan bangsa. Oleh karena itu, harus dijaga, tidak boleh lengah, apalagi memberi celah untuk dipermainkan orang," ungkap Mustafa Abubakar (57), Direktur Utama Perum Bulog yang baru.

Ia memaparkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan agar beras tak menjadi bahan permainan. Pertama, menciptakan gairah dalam produksi beras. Kedua, mengusahakan konsumsi beras yang merata. Ketiga, ketersediaan stok beras nasional mesti aman. Keempat, stabilitas harga beras di tingkat konsumen terjamin. Kelima, masyarakat miskin mendapat perhatian, dan keenam, ketersediaan beras bagi korban bencana.

Dari enam faktor tersebut, lima di antaranya merupakan tugas yang harus dijalankan Perum Bulog.

Berat memang. Oleh karena itulah, belum sepekan memimpin Bulog, Mustafa langsung membuat garis demarkasi manajemen per 1 April 2007. Tujuannya agar ada pemisahan jelas antara manajemen lama yang disinyalir korup dan manajemen baru yang hendak ditata agar efektif, bebas dari penyimpangan.

Mustafa melakukan konsolidasi ke dalam. Dia juga membentuk tim pengawas dan evaluasi Perum Bulog yang anggotanya berasal dari unsur di luar Bulog, seperti Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi).

Dia mengaktifkan kembali unit pengawasan yang selama ini ditinggalkan dan dikebiri peranannya oleh manajemen lama, seperti satuan pengawas internal.

"Saya memberi kebebasan kepada semua karyawan, tanpa kecuali. Siapa yang mau menjadi emas atau loyang, silakan," katanya menegaskan. Ungkapan itu sekaligus sinyal bagi karyawan Bulog untuk bekerja maksimal, tak lagi "main-main".

Gonjang-ganjing beras

Mustafa paham, kinerja Bulog ke depan amat ditentukan kerja keras jajaran Bulog pada April- Juni 2007 ini. Pada periode tersebut, Bulog harus mampu menyerap gabah atau beras semaksimal mungkin untuk stok beras nasional.

Hambatan pada penyerapan itu akan berdampak pada harga beras dalam masa paceklik 2007/ 2008. Gonjang- ganjing beras pun bisa muncul lagi.

Bila penyerapan kecil, Bulog tak akan mampu mengintervensi pasar guna menstabilkan harga beras pada tingkat konsumen. Kalau hal itu terjadi, pertaruhannya adalah stabilitas pangan yang berujung pada stabilitas ekonomi, sosial, dan politik.

"Kami hanya memiliki waktu singkat. Karena itu, Bulog harus bekerja efektif, cepat, dan meredusir berbagai bentuk penyimpangan," ucapnya.

Untuk melakukan itu semua, Mustafa harus bekerja ekstra keras. Ini mengingat korupsi di Bulog sudah merambah ke bisnis utamanya, yakni beras.

Indikasi penyimpangan yang berujung pada lenyapnya uang negara itu tak hanya menggelayuti mantan Dirut Bulog Widjanarko Puspoyo dan empat karyawan. Penyimpangan itu disinyalir juga meruyak kepada pejabat dan karyawan dari level rendah hingga yang lebih tinggi.

Dalam pelaksanaan operasi pasar (OP) misalnya, dikenal istilah "beras duduk". Maksudnya, penyaluran fisik beras untuk OP sesungguhnya fiktif karena hanya mengubah isi dokumen, sedangkan secara fisik beras OP tetap tersimpan di gudang Bulog.

Istilah lain yang juga akrab di telinga adalah "beras piknik". Beras yang seyogianya disalurkan untuk OP hanya keluar sebentar dari Bulog, lalu masuk kembali. Caranya, beras OP itu disalurkan kepada "mitra" Bulog. Maka, OP pun seolah-olah sudah dilakukan. Lalu, beras yang sama dijual kembali kepada Bulog.

Tidak transparan

Dalam hal penyerapan gabah atau beras, permainan yang kerap terjadi adalah menciptakan ketidaktransparanan dalam penentuan standar gabah atau beras yang dibeli Bulog melalui depot logistik (dolog) maupun subdolog.

Belum lagi mekanisme penggilingan gabah kering giling (GKG) menjadi beras, yang bisa "dimanfaatkan". GKG yang dijual kepada dolog atau subdolog, setelah disimpan berbulan-bulan, lalu diserahkan kepada penjual. Dalam kondisi seperti itu, penjual GKG belum tentu menerima GKG miliknya. Pengusaha kecil tak jarang terkena apes sebab GKG tertukar atau sengaja dipermainkan dengan GKG bukan miliknya yang berkualitas buruk.

Masih ada lagi beban beras lebih 0,25-0,5 kg untuk tiap penjualan beras 50 kg ke dolog. Volume beras lebih itu harus dipenuhi pedagang. Kalau tidak, berasnya tak diterima.

Berbagai penyimpangan semacam itu membuat orang malas menjual gabah atau beras kepada Bulog. Tentu saja, kecuali mitra Bulog yang tahu "selera" Bulog.

Meski beban teramat berat, Mustafa optimistis mampu meredusir persoalan internal itu, apalagi bila komitmen ke arah yang lebih baik dilakukan bersama, saling membantu.

Sementara untuk urusan eksternal, Mustafa menata kembali hubungan Bulog dengan Departemen Pertanian yang sempat kurang harmonis. Dia juga menjalin kerja sama kredit pertanian dengan perbankan, seperti BRI, BNI, Bank Bukopin, serta berbagai organisasi tani.

Berbeda

Sebelum menjadi Dirut Bulog, Mustafa adalah penjabat Gubernur NAD tahun 2005-2007. "Ada perbedaan mendasar antara memimpin Aceh dan menjadi nakhoda Bulog," ujar Mustafa.

Sebenarnya dia berpeluang besar untuk menjadi Gubernur NAD. Namun, Mustafa memilih tidak mencalonkan diri. Komitmennya untuk tidak terjebak pada situasi aji mumpung dia pegang teguh.

Menurut Mustafa, saat menjadi penjabat Gubernur Aceh dia menjadi orang nomor satu yang memiliki garis kepemimpinan vertikal.

"Itu masih mudah karena piramida kekuasaan bisa dijalankan dengan baik," kata putra petani Aceh ini. Adapun peran Mustafa secara eksternal di Bulog hanya sebagai pelaksana kebijakan bidang pangan.

Betapapun, Mustafa optimistis bisa menjalankan kepemimpinan Bulog yang efektif, bersih, dan bebas dari penyimpangan.

"Ikuti saya selagi saya berada pada trek yang lurus, yang benar. Tetapi, ingatkan saya kalau saya belok, menyimpang dari jalur," pesannya bernada serius.

***
BIODATA

Nama: Dr Ir H Mustafa Abubakar MSi
Tempat dan tanggal lahir: Pidie, 15 Oktober 1949
Istri: Darliza Mustafa
Anak: 1. Reza Mustafa, S-1 alumnus ITB 2. Dewi Suryani, FEUI tingkat akhir 3. Irfan Adiputra, kelas II SMP

Riwayat Pekerjaan:
1. Penjabat Gubernur NAD (Desember 2005-Februari 2007)
2. Irjen Departemen Kelautan dan Perikanan (1999-2006)
3. Konsultan Bank Dunia pada BI (1986-1989)
4. Konsultan Bank Dunia pada BRI (1979-1985)

Pendidikan:
1. S-3 IPB tahun 2004
2. S-2 IPB
3. Fakultas Perikanan IPB tahun 1977

Penghargaan:
1. Mahasiswa teladan tingkat nasional 1975
2. Ketua Dewan Mahasiswa IPB 1975-1976
3. Ketua Ikatan Konsultan Indonesia 1993-1996 dan 1996-2000
4. Ketua Kompartemen Kadin Jasa Konsultansi Indonesia 1996-1999
5. Penghargaan masa bakti dan masa bakti emas 20 tahun menjadi PNS

Sumber : Kompas, Senin, 16 April 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks