Jun 4, 2009

Samuel Oton Sidin : Samuel, Konservasi Hutan dalam Rumah Pelangi

Samuel, Konservasi Hutan dalam Rumah Pelangi
Oleh : C Wahyu Haryo PS

Masa kecil Samuel Oton Sidin yang lahir dan dibesarkan di lingkungan suku Dayak Menyuke di Kampung Peranuk, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, membuatnya sangat dekat dengan alam.

Kecintaannya terhadap alam yang dia yakini sebagai rumah pemberian Tuhan semakin tampak saat ia memimpin Ordo Kapusin di Kalbar pada 1997. Itulah saat ia mulai merintis Rumah Pelangi.

Rumah Pelangi adalah sebuah kawasan konservasi hutan dan lahan seluas 90 hektar di Dusun Gunung Benuah, Kecamatan Sungai Ambawang, Kalimantan Barat. Kawasan ini berjarak sekitar 60 kilometer dari Kota Pontianak ke arah Tayan.

Perjalanan dari Kota Pontianak ke lokasi tersebut memerlukan "sedikit" kesabaran. Anda sebaiknya juga ekstra hati-hati karena sebagian jalan tembus ke kawasan itu belum diaspal.

"Sebutan pelangi untuk kawasan konservasi ini terinspirasi Kejadian dalam Alkitab, yaitu ketika sesudah air bah surut dan Nabi Nuh keluar dari bahtera, Allah memberi tanda pelangi di awan. Pelangi yang dalam kitab suci disebut dengan kata busur di awan itu, menjadi tanda perdamaian dengan alam," tutur Samuel saat ditemui di pondok kayu yang berada di tengah kawasan konservasi.

Di pondok kayu itulah, Samuel hidup bersama seorang kakak dan dua tenaga lapangan. Merekalah yang membantunya mengurus Rumah Pelangi. Saat mengunjungi pondok kayu itu, sapaan ramah dalam bahasa Dayak terpampang jelas pada bagian berandanya.

Jai agah? Munyungmeh (Apa kabar? Silakan duduk). Keheningan dan suasana teduh di pondok kayu itu memang membawa rasa sejuk dan damai bagi siapa pun yang berkunjung.

Menurut Samuel, spiritualitas Kapusin Fransiskan yang mengikuti jejak St Fransiskus sangat mewarnai pendirian Rumah Pelangi. St Fransiskus adalah orang kudus yang dikenal sangat mencintai alam. Sebagai pengikutnya, Ordo Kapusin juga tergerak untuk turut memelihara alam. Di sini hal itu dilakukan lewat Rumah Pelangi.

Penebangan liar

Pemilihan lokasi Rumah Pelangi di Desa Teluk Bakung bukannya tanpa alasan. Hamparan hutan yang berada di kawasan itu sebagian sudah rusak karena penebangan liar.

Sangat mudah menjumpai penebang liar yang merambah hutan di sepanjang jalan lintas Kalimantan karena jumlahnya mencapai puluhan. Tumpukan kayu muda berdiameter 6-25 sentimeter, sepanjang 3-6 meter, hasil penebangan liar juga dapat dijumpai dengan mudah di sepanjang jalan.

"Rumah Pelangi ingin memberi contoh tindakan yang riil dalam menyelamatkan hutan ini. Konservasi juga perlu dilakukan untuk melestarikan jenis-jenis tanaman asli Kalimantan. Ini yang tidak banyak dikembangkan orang karena sebagian memang tidak memiliki nilai ekonomis," papar Samuel.

Ada sekitar seratus lebih jenis tanaman asli Kalimantan yang dikembangkan di kawasan Rumah Pelangi. Mulai dari pohon asam yang mencapai 18 jenis, pohon bambu yang mencapai 15 jenis, sampai pohon keras sebanyak 14 jenis seperti kayu belian, tapang, sengaon, dan gaharu.

Pohon buah-buahan asli Kalimantan yang beragam jenisnya juga ada, seperti rambutan, mangga, langsat, jambu, nangka, dan durian. Ada pula beragam anggrek asli Kalimantan di kawasan ini, juga tanaman kantung semar. Selain sejumlah hewan ternak, Rumah Pelangi juga menangkarkan hewan landak yang semakin hari makin langka.

"Kalimantan ini kaya sekali akan tanaman asli. Sayang sekali jika suatu saat nanti, sampai ada jenis tanaman asli yang hilang, dan hanya bisa diketahui generasi mendatang sebagai cerita nenek moyangnya tanpa bisa melihat wujud asli tanaman-tanaman itu," ujarnya.

Rehabilitasi

Saat Ordo Kapusin membeli kawasan yang akan dijadikan Rumah Pelangi di hamparan seluas 70 hektar pada tahun 2000, sebagian wilayah itu sudah rusak. Sisi utara dan selatan areal tersebut banyak yang terbakar, sementara banyak pohon yang ada di sebelah barat sudah ditebang.

Sedikit demi sedikit, kawasan yang rusak itu direhabilitasi. Dalam dua tahun terakhir, secara bertahap, areal lahan lain seluas 20 hektar juga dibeli sehingga kawasan konservasi bertambah luas.

Perlahan-lahan pula penyadaran dan pembelajaran akan pentingnya pelestarian alam disampaikan Samuel kepada masyarakat di sekitar areal tersebut. Kampanye pelestarian alam yang dilakukannya itu tidak dengan menyalahkan dan melarang warga menebang dan membakar pohon, tetapi dia berusaha menggugah kesadaran warga.

Salah satu caranya dengan menempelkan stiker bertuliskan "Hutan dibabat, rakyat melarat, adat lenyap, masa depan gelap" di kendaraannya.

Saat dia mendatangi para warga di sekitar lokasi Rumah Pelangi dengan menumpang mobil tersebut, para penduduk menjadi penasaran. Mereka lalu bertanya maksud dari tulisan itu. Dari situlah ia biasanya mulai "mengajarkan" tentang pelestarian alam. Jika masyarakat tertarik untuk mengetahui dan belajar mengelola alam dengan benar, Rumah Pelangi akan membuka pintunya lebar-lebar.

Rumah Pelangi tak hanya menjadi kawasan konservasi, tetapi juga memberikan pendidikan tentang bagaimana mengolah lahan yang baik, mengembangkan bibit tanaman, dan mengembangkan usaha produktif dari bercocok tanam. Salah satu yang dikembangkan Rumah Pelangi adalah membuat percontohan saluran irigasi dan sawah serta pelestarian mata air.

"Di Rumah Pelangi ini kami memberikan contoh bagaimana mengolah alam dengan baik. Kalau manusia menghormati Allah, Sang Pencipta, maka sudah seharusnya manusia juga mencintai alam ciptaan-Nya," katanya.

Sumber : Kompas, Jumat, 8 Juni 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks