Jun 7, 2009

Retno Marsudi : Promosi Pariwisata Retno Marsudi

Promosi Pariwisata Retno Marsudi
Oleh : Denny Sutoyo-Gerberding*

Tahun 2006 menjadi momentum bagi Retno Marsudi. Baru saja tiba di Oslo sebagai Duta Besar RI di Norwegia, dia melihat iklan dalam poster-poster besar yang menawarkan tujuan wisata eksotis di Asia Tenggara.

Thailand, Vietnam, dan Malaysia tercantum, tetapi Indonesia tidak. Ingin tahu, dia datangi semua biro perjalanan di sana. Keterangan yang dia dapat ternyata Indonesia sudah "di luar radar". Ini mengejutkan. Negara-negara lain berlomba bersaing dan berpromosi gencar, tetapi Indonesia tidak berbuat apa pun. Kesimpulan Retno: jika ia tidak segera bertindak, Indonesia akan betul-betul dilupakan orang.

Banyak pihak di Indonesia ragu ketika Retno ingin menjadikan pariwisata sebagai prioritas program kerjanya. Alasannya, jarak yang jauh, jumlah penduduk cuma 5 jutaan jiwa, ancaman teror, bom Bali. Pokoknya, Norwegia bukan pasar tradisional wisata kita.

Retno tetap kukuh pada keyakinannya, yaitu pariwisata sebagai penghasil devisa kedua sesudah migas dan salah satu sektor yang tidak kenal krisis. Menurut dia, ini bisa dicapai lewat promosi, pemasaran, dan kemasan yang baik.

Optimisme itu terbukti dalam bursa wisata Norwegia, Reiseliv 2007, Januari lalu. Pertama kali ikut, Indonesia berkibar sebagai "tujuan wisata baru". Harian utama Norwegia, Aftenposten, mengangkat tema wisata Indonesia dalam dua halaman. Obyek wisata Bali, Jawa, dan Sulawesi ditayangkan di TV 2 Norwegia dan sejumlah majalah gaya hidup Skandinavia.

TV Denmark mewawancarai Dubes Retno Marsudi. "We test the water here," kata Bu Dubes. "Jika berhasil di Norwegia, getarannya akan sampai ke seluruh Skandinavia."

Menurut Retno, kekuatan pasar Norwegia dan Skandinavia didukung sejumlah faktor, seperti penduduk yang doyan pesiar, pendapatan per kapita tinggi, dan iklim yang dingin. "Untuk menikmati udara yang hangat, mereka bisa berlibur sampai dua bulan. Harga bukan masalah. Cuma karena jauh dari Asia, mereka lebih suka penerbangan langsung," paparnya.

Melihat maskapai penerbangan nasional Thailand dan Malaysia teratur terbang langsung ke Stockholm dan Copenhagen, dan selalu penuh, Retno berharap Garuda kembali melayani jalur Eropa. Paling tidak ke Amsterdam jika belum mampu ke Skandinavia.

"Ini akan membantu promosi kita di Eropa. Citra pelayanan Garuda bagus, pernah dapat Penghargaan Ketepatan Waktu dan Servis di Pesawat oleh Bandara Schiphol. Selain itu, Garuda adalah flag carrier," ungkapnya.

Untuk mendongkrak angka wisatawan Norwegia, KBRI Oslo menerapkan "satu hari pengurusan visa". "Enggak jarang orang yang mengurus visa ke KBRI sudah bawa koper. Jadi, begitu selesai, langsung berangkat ke bandara," tutur Retno. Memang, banyak keluhan wisatawan dengan visa on arrival di Indonesia, antreannya terlalu panjang dan lama.

Tidak gemerlap

Retno mengaku tidak mewakili citra diplomat yang gemerlap. "Aku lebih sebagai seller di sini," ujarnya. "Kalau perlu, saya banjiri negara ini dengan promosi budaya dan pariwisata Indonesia."

Sikap hidupnya yang mengacu pada asketisisme, yakni menjunjung kerja keras, kesederhanaan, dan kejujuran, memang selaras dengan ajaran orangtuanya.

Sejak SD hingga SMA selalu menjadi juara kelas, Retno Priansari yang bercita-cita menjadi diplomat itu merampungkan gelar sarjana hubungan internasional Universitas Gadjah Mada hanya dalam 3,5 tahun. Kebetulan Departemen Luar Negeri saat itu menyeleksi calon diplomat langsung di 10 universitas besar. Retno terpilih dan dia boleh langsung bekerja.

Waktu pendidikan diplomat pun Retno selalu masuk dalam kategori tiga besar. Kariernya melaju cepat dan dalam usia 42 tahun dia mencapai puncak karier diplomat, sebagai duta besar.

Mengenai asumsi duta besar hanya pantas untuk lelaki, "Ini lantaran tingginya dinamika profesi ini, yang borderless dalam arti tanpa batas tempat dan waktu," kata Retno. "Dalam praktik, perempuan justru memiliki banyak kekuatan yang mendukung diplomasi, seperti loyalitas, ketelitian, kesabaran, dan kehati-hatian," katanya lagi.

Retno beruntung, suaminya, Agus Marsudi, adalah arsitek yang mendukung karier istrinya. Sebagai dosen Universitas Jayabaya, dia sering di Jakarta menemani putra sulung, Dyota, yang kuliah di Jurusan Akuntansi Universitas Indonesia.

Jika sedang di Oslo, selain mendampingi istri, Agus mengantar jemput putra kedua, Bagas, murid sekolah internasional. Suami istri yang rajin puasa dan joging itu hobi naik gunung. Sekali setahun mereka mendaki Gunung Merapi.

Di sela-sela kesibukan kerjanya, Retno masih sempat menjadi mahasiswa tamu di Universitas Oslo Jurusan Kajian HAM, sedangkan malam hari dia rajin kursus bahasa Norway.

***
BIODATA

Tentang Retno Marsudi
Lahir: Semarang 27 November 1962
Pendidikan:
- S-1 Jurusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (1986)
- S-2 Haagsche Hooge School Jurusan Hukum EU, Den Haag (2000)
- Mahasiswa tamu Kajian HAM Universitas Oslo (2006)
Karier:
- Staf Penerangan KBRI Canberra (1990-1994)
- Kepala Bidang Ekonomi KBRI Den Haag (1997-2001)
- Direktur Kerja Sama Antarkawasan Amerika dan Eropa, Deplu (2001-2003)
- Direktur Eropa Barat, Deplu (2003-2005)
- Duta Besar RI untuk Norwegia dan Eslandia (2006-sekarang )
Keluarga:
Suami: Agus Marsudi (45)
Anak-anak:
- Dyota Marsudi (17) dan
- Bagas Marsudi (13)

Sumber : Kompas, Kamis, 22 Februari 2007
* Denny Sutoyo-Gerberding Pembantu Kompas di Eropa

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks