Jun 23, 2009

Retno Listyarti : Retno Memilih Jadi Guru

Retno Memilih Jadi Guru
Oleh : P Bambang Wisudo

Ny Retno Listyarti (35) bukan sembarang guru. Guru SMA Negeri 13 Jakarta Utara itu dikenal sebagai seorang guru kritis, banyak ide, dan kreatif dalam mengajar.

Menjelang lulus SMA, Retno memutuskan akan menjadi guru. Pilihan itu sempat membuat marah ayahnya. Betapa tidak. Retno sejak kecil tergolong anak pintar. Lulus SMA, Retno malah memilih mendaftar ke IKIP Negeri Jakarta. Jurusan yang dipilihnya pun tidak bergengsi: pendidikan kewarganegaraan.

”Aku tidak pernah suka pada guru-guru yang mengajar PMP. Mereka tidak pernah bisa mengajar dengan menarik. Bagaimana mereka mau peduli pada politik?” kata Retno.

Ketidaksukaan terhadap guru PMP itulah yang membuat Retno berniat menjadi guru kewarganegaraan.

Sejak kelas 1 SMA, ia bergabung dengan kelompok ilmiah remaja di sekolahnya, SMAN 13 Jakarta Utara, tempat ia kini mengajar. Di kelas I itulah ia memulai risetnya tentang kondisi buruh. Ia meneliti dengan terjun langsung menyamar menjadi buruh pabrik. Berbekal ijazah SMP yang dimilikinya, ia melamar menjadi buruh pabrik garmen. Retno sempat bekerja di pabrik selama dua minggu sebelum akhirnya kedoknya terbongkar dan diberhentikan.

Saat kawan-kawannya sibuk mempersiapkan diri menghadapi ujian, Retno justru sibuk mengajar baca tulis pada anak-anak pemulung yang tidak jauh dari tempat tinggalnya di kompleks tentara Kelapa Gading, Jakarta Timur. Selama enam bulan, ia mengajar sambil melakukan riset. Kali ini Retno berhasil menjadi juara kedua Lomba Penelitian Ilmiah Remaja 1990 dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hadiah itu diterima tepat ketika ia diterima di IKIP Jakarta. Ayahnya, yang kecewa atas pilihan Retno, menyatakan tidak akan membiayai kuliah Retno. Dari hadiah lomba itulah Retno membayar uang masuk kuliah. Sejak semester awal, ia mendapatkan pekerjaan lepas sebagai peneliti dengan penghasilan rata-rata Rp 500.000 sebulan. Ketika itu ayahnya yang bekerja sebagai perwira intel TNI Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Satu digaji Rp 700.000 per bulan.

Keterlibatan Retno dengan anak-anak pemulung membuatnya memperoleh penghargaan Pemuda Pelopor yang diberikan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (saat itu) Akbar Tandjung.

Mendekam di tahanan

Selama kuliah, Retno tidak hanya sibuk di kampus, melakukan riset atau menulis. Ketika ratusan anak-anak korban gusuran di kawasan Plumpang, Tanah Merah, Jakarta Utara, terlunta-lunta tak bersekolah, Retno tergerak untuk mengajar. Di tempat itu pula ia bertemu dengan aktivis LSM Basuki Winoto (39), yang kelak menyunting Retno sebagai istrinya.

Ketika situasi sedang panas-panasnya, Retno, bersama aktivis organisasi nonpemerintah yang ditemuinya di lapangan, justru mengadakan lomba menulis tentang penggusuran. Situasi politik saat itu masih represif. Segera saja puluhan polisi dan tentara mengepung mereka. Malam harinya, Retno bersama sejumlah aktivis ditangkap saat mereka hendak pulang.

Ia sempat mendekam tiga malam di markas intel di Jalan Guntur. Ayahnya tidak pernah marah atas insiden itu. ”Saya belajar melawan justru dari ayah saya,” kata Retno, ibu dua anak, Aulia Putri (11) dan Mohammad Adib (8).

Guru yang mengubah

Latar belakang itulah yang membuat Retno menjadi seorang guru yang berbeda. Guntingan koran dan film dokumenter dengan tema-tema panas diangkatnya sebagai bahan mengajar di kelas. Film tentang penggusuran yang diproduksi oleh Konsorsium Masyarakat Miskin Kota, gerakan mahasiswa 1998 karya sutradara Tino Saroengallo, film tentang korupsi Upeti untuk Baginda, bahkan film antiglobalisasi karya John Pilger, The New Rulers of the World. Film terakhir itulah yang menginspirasi murid-muridnya berhenti membeli minuman ringan dan teh botol yang diproduksi perusahaan multinasional dari Amerika Serikat.

Sejumlah penghargaan pernah diterima Retno. Tahun lalu ia memperoleh penghargaan sebagai guru yang mengajarkan pendidikan sains dari Toray Foundation, Jepang, karena program Green School yang memperkenalkan daur ulang sampah sebagai bahan pembelajaran di sekolahnya.

”Saya sangat mencintai pekerjaan saya sebagai guru,” kata Retno.

Sumber : Kompas, Selasa, 27 September 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks