Jun 10, 2009

Rafael Correa : Correa Mendobrak Partaiokrasi

Correa Mendobrak Partaiokrasi
Oleh : Simon Saragih

Ekuador memiliki presiden baru, Rafael Correa (43). Ia menang pada pemilu babak kedua, Minggu (26/11/2006). Mengapa Correa menang? Ia mendobrak partaiokrasi, menjanjikan pembangunan rumah murah untuk kaum papa, menunda pembayaran utang, memaksimalkan hasil kekayaan minyak untuk kepentingan rakyat dan lainnya.

Saat kampanye ia mengampanyekan slogan Dale Correa (beri rakyat pegangan). Correa yang suka bicara ceplas-ceplos itu meraih 57,2 persen suara dan mengalahkan pesaing utama, Alvaro Noboa, juragan kaya raya dari bisnis pisang.

Salah satu taktik jitu Correa adalah membuka mata rakyat dan mungkin juga kita di Indonesia. Ia mencuatkan isu demokrasi cacat di Ekuador, berpenduduk 13,5 juta jiwa. Ekuador berada dalam politik yang tidak stabil dengan tujuh presiden dalam sepuluh tahun terakhir.

Demokrasi adalah juga julukan bagi sistem pemerintahan dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat. Ekuador tidak memiliki demokrasi, tetapi partaiokrasi, pemerintahan dari partai, untuk partai oleh partai.

Partaiokrasi, kata Correa, dirancang untuk menguntungkan partai ketimbang rakyat. Isu itu mengena di hati rakyat negara kaya minyak itu. Rakyat capek dengan korupsi, ketamakan, dan politisi yang tidak kompeten. Rakyat tak bisa mengubah itu karena dominasi kekuasaan partai.

Ia pun menelanjangi Kongres (parlemen) dan menyebutnya sebagai penanam benih korupsi dan saluran limbah karena berisi politisi yang tidak kompeten. Correa, penggemar sepak bola, tidak takut dengan ucapannya. Padahal, ia membutuhkan cap dari Kongres untuk mengegolkan rencana-rencana reformasi.

"Berhentilah takut. Biarkan mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Saya hanya khawatir pada upaya pengacauan keadaan dan pemerasan politik," kata Correa yang dilantik pada 15 Januari 2007 sebagai Presiden Ekuador dengan pendapatan per kapita 4.500 dollar AS itu.

Suara rakyat jauh lebih penting ketimbang suara kongres.

"Sikap itu akan segera menghasilkan konflik dengan kongres," kata Benjamin Ortiz, seorang think-tank di Quito. Correa menyatakan akan melakukan protes jalanan jika parlemen tak menyetujui undang- undang, yang memangkas dominasi partai.

Ia mengusulkan reformasi yang membuat politisi lebih bertanggung jawab kepada pemilih. Seorang anggota Kongres harus mewakili distrik secara langsung ketimbang dipilih secara tidak langsung lewat partai. Correa juga mengusulkan mekanisme yang memungkinkan pejabat dipecat.

Ia juga mengecam eksistensi oligarki, kekuasaan di tangan pengusaha (termasuk korporasi asing) yang dekat dengan penguasa dan berkolaborasi dengan birokrasi. Pejabat kaya pun menjadi sasaran kecamannya karena korupsi yang ia sebut sebagai kekayaan dengan pengorbanan rakyat.

Ekuador adalah penghasil 540.000 barrel minyak per hari. Korporasi asing yang melakukan eksplorasi atas minyak Ekuador adalah Repsol (Spanyol) dan Perenco (Perancis). Ia menjanjikan perundingan ulang kontrak bagi hasil migas dengan korporasi asing itu.

"Setan komunis"

Rakyat Ekuador telah menjatuhkan pilihan kepada Correa, yang tak terjungkalkan dengan pelecehan pesaingnya, Noboa, yang menjuluki Correa sebagai "setan komunis".

Correa bertutur soal dirinya sebagai seorang humanis dan Kristen sayap kiri dan bukan sayap kiri karena pengaruh komunisme. "Saya seorang humanis karena politik dan ekonomi memang harus melayani rakyat. Saya berpikiran Kristen kiri karena gereja mengajarkan saya soal keadilan sosial, kesetaraan, keadilan dan supremasi dari sebuah karya (pekerja) ketimbang supremasi pemodal (kapitalis)," kata orator ulung yang murah senyum ini.

Sama seperti pemimpin kiri di Amerika Latin, Correa ingin membatasi kebijakan pasar bebas dan meningkatkan aliran dana untuk kepentingan rakyat banyak. Correa menjanjikan revolusi sosial bagi kaum miskin.

Namun, Correa tak akan seekstrem Presiden Venezuela Hugo Chavez, bahkan menjaga jarak dari Chavez meski menyebutnya sebagai teman dekat. Ia mengatakan, hubungan dengan AS tak akan terganggu, kecuali menolak resep ekonomi AS.

Correa menjuluki dirinya sebagai perwakilan dari kelompok baru di Amerika Latin yang menawarkan alternatif terhadap Konsensus Washington, istilah untuk melukiskan pengenalan pasar bebas, yang dirancang untuk sama seperti AS. "Model neoliberal berdasarkan konsensus Washington telah tergantikan karena kegagalannya," kata Correa, yang di masa kecil hidup miskin.

Berperan sebagai presiden

"Kami tak pernah memiliki mobil dan ketika kecil tak memiliki televisi," kata Correa, yang semasa sekolah pernah bermain dengan posisi sebagai presiden dan rekan-rekan sekelas menjadi pejabat menteri.

Correa lahir pada 6 April 1963 di kota Guayaquil. Ia meraih gelar master ekonomi dari Universitas Katolik Leuven, Belgia, dan doktor ekonomi dari University of Illinois at Urbana, AS. Pernah juga menjadi relawan di desa pegunungan Andes, tempat Correa mempelajari bahasa Quechua, suku Indian. Pengalaman itu berharga saat berkampanye di pedesaan, di mana terjadi ketidakpercayaan yang tinggi pada politisi berbahasa Spanyol.

Correa, yang bisa berbahasa Perancis, Inggris, adalah ayah tiga anak dengan istrinya, Anne Malherbe, warga Belgia. Correa sebenarnya menghabiskan waktu sebagai dosen. Ia terjun ke politik pada tahun 2005, ketika ditunjuk menjadi Menteri Ekonomi dan Keuangan. Ia mundur hanya kurang dari empat bulan karena masalah pinjaman dari Chavez. Dia menuduh pinjaman itu merupakan keinginan tersembunyi Presiden Alfredo Palacio. Correa khawatir Ekuador kehilangan kedaulatan dan dikendalikan Venezuela.

Werner Baer, mantan dosennya di Illinois, AS, menjuluki Correa sebagai pembuka mata pada ketidakadilan Amerika Latin. "Correa percaya dengan kekuatan pasar tetapi sadar keberpihakan pada kaum papa juga penting untuk mencegah penumpukan kekayaan pada kaum kaya," kata Baer.

Sumber : Kompas, Kamis, 30 November 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks