Jun 2, 2009

Mubiar Purwasasmita : Mubiar dan Intensifikasi Proses Tanaman

Mubiar dan Intensifikasi Proses Tanaman
Oleh : Yenti Aprianti

Menanam padi tak selalu harus di sawah. Di rumah pun bisa karena kini padi dapat ditanam di pot. Hasilnya pun bisa berlipat ganda dibandingkan dengan penanaman di lahan sawah yang menggunakan metode konvensional.

Dosen Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Mubiar Purwasasmita (56), berhasil menjelaskan teknologi pertanian tersebut dengan penelitian yang menghasilkan padi SRI atau system of rice intensification. Inti dari SRI adalah intensifikasi proses yang merupakan sumbangan teknologi kimia terhadap pertanian.

Ditemui di laboratorium Teknik Kimia ITB, ia bercerita, teknologi intensifikasi proses bermula dari pertemuan dia dengan seorang penyuluh dari Ciamis bernama Alik Sutaryat yang mencoba menggunakan kompos untuk menanam padi. Bahkan, Alik sudah mencoba menanam padi di dalam pot.

Metode tersebut menghasilkan gabah tiga kali lebih banyak dari penanaman konvensional di sawah yang digenangi air. Metode konvensional menghasilkan 4 ton gabah per hektar. Akan tetapi, dengan penanaman yang diberi kompos mencapai hasil 12 ton gabah per hektar.

Pada saat itu belum ditemukan penjelasan mengapa kompos bisa memicu produktivitas lebih banyak. Selepas bertemu Alik tahun 2005, Mubiar penasaran dan segera melakukan penelitian untuk mengetahui keunggulan kompos.

"Saya mencoba meneliti tiga wadah. Yang pertama diisi tanah saja, wadah kedua berisi campuran tanah dan pupuk kandang, wadah ketiga berisi campuran tanah dan kompos. Lalu tiga wadah itu diguyur air. Hasilnya, pada wadah pertama dan kedua air keluar dari lubang wadah, sedangkan pada wadah ketiga air tersimpan, tak ada yang terbuang lewat lubang," katanya.

Hal itu menunjukkan kompos mampu menangkap air. Dari penelitian, Mubiar juga menemukan, kompos memiliki ruang bebas yang mampu melewatkan udara. Air dan udara dibutuhkan mikroba dalam tanah. Mikroba merupakan bioreaktor untuk membantu produksi nutrisi bagi tanaman. Itu menunjukkan kompos merupakan padatan utama yang dibutuhkan tanaman.

Jangan digenangi air

Di alam, hutan adalah penghasil udara, air, dan kompos alami. Itu sebabnya, menurut Mubiar, sebaiknya 25 persen dari lahan sawah dihutankan agar kebutuhan udara, air, dan kompos atau humus bagi padi secara alami dapat dipasok.

Penanaman yang baik adalah benih padi pada usia 10 hari segera dipindahkan ke pot atau sawah karena pada usia 12 hari benih akan menghasilkan buku pertama. Buku pertama itu akan menghasilkan 65 persen anakan. Pada penanaman, benih jangan terlalu ditekan dalam-dalam, cukup dibenamkan hingga berbentuk seperti huruf L. Ini untuk membuat pertumbuhan akarnya maksimal.

Aturan lainnya, "Padi jangan digenangi air karena padi bukanlah tanaman air," ucapnya. Jika digenangi air, oksigen tak bisa menembus akar. Akar pun tak dapat menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan tanaman.

Karena tak dapat masuk akar, oksigen masuk ke pori-pori daun lalu menembus akar. Ini menyebabkan jaringan akar rusak. Akibatnya, pesan dari tanaman mengenai kebutuhan makanan yang diperlukan tak dapat dipenuhi tanah di sekitar akar sebagai pabrik makanan bagi tanaman.

"Perlu diingat, tanaman juga berkomunikasi dengan tanah, caranya dengan mengeluarkan cairan tertentu. Cairan itu mengirimkan pesan pada tanah. Tetapi, pada tanaman yang diberi bahan-bahan kimia seperti pestisida, cairan itu tak dapat diproduksi dan komunikasi tanaman dengan tanah juga terputus," tuturnya.

Menanam di rumah

Kebutuhan makan orang dewasa per tiga bulan sekitar 7,5 kilogram beras. Untuk menghasilkan padi sebanyak itu diperlukan 25 pot berdiameter 40 cm x 40 cm. Dalam tiga bulan, padi bisa dipanen hanya dengan memerhatikan komposnya, tanpa perawatan njelimet.

Satu pot biasa berisi satu rumpun. Satu rumpun padi dengan metode konvensional menghasilkan sekitar 30 anakan dari 10-30 bibit yang ditanam. Namun, dengan metode SRI, satu bibit padi dalam satu pot bisa menghasilkan hingga 70 anakan.

Jika petani konvensional membutuhkan 30-40 kg bibit padi untuk satu hektar, dengan SRI hanya dibutuhkan sekitar 5 kg.

Dengan penanaman padi di pot diharapkan masyarakat tak terlalu bergantung pada lahan luas seperti sawah. "Orang pun bisa menanamnya dengan cara menggantung pot jika betul-betul tak ada lahan untuk meletakkan pot," ujarnya.

Mubiar dan kawan-kawan di Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) telah melatih ratusan petani di berbagai provinsi. Kini, 2.500 hektar lahan ditanami padi SRI.

Teknologi pemrosesan baru dengan kompos itu bisa diterapkan tak hanya untuk padi, tetapi juga tanaman lain, seperti stroberi, tomat, dan cabai. Kalau 1 kilogram tomat dihargai di bawah Rp 5.000, dengan menjual satu pohon tomat yang berbuah lebat dalam pot harganya bisa mencapai Rp 25.000.

Jejak ayah

Sejak kecil Mubiar tertarik pada pertanian. Dulu dia ingin menjadi insinyur pertanian, tetapi saudaranya mengatakan bahwa dunia pertanian bisa dipelajari dalam Teknik Kimia. Ia mengikuti saran itu, lalu kuliah Teknik Kimia ITB dan lulus tahun 1975.

Ia sempat bekerja di perusahaan keramik, dan pada tahun 1978 kembali ke almamater sebagai dosen. Ia juga mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran untuk materi Teknologi dan Psikologi.

"Ayah saya punya 10 anak, tetapi ia bisa menghidupi kami dari pertanian di sekitar halaman. Kami menanam sayur, padi, serta beternak ayam dan kelinci," ujarnya.

Mubiar mengenang, dulu setiap hari dia melihat ayahnya memasukkan sampah dedaunan ke dalam lubang di halaman. Pada malam hari ayahnya mengumpulkan air kencing dalam pispot dan paginya disiramkan ke lubang. Rupanya itu dilakukan untuk menghasilkan kompos. Kini, dengan istrinya, Mintarsih, Mubiar juga rajin bertanam.

Sumber : Kompas, Selasa, 4 Desember 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks