Jun 28, 2009

Komang Jati, Berawal dari Berdagang Keliling

Komang Jati, Berawal dari Berdagang Keliling
Oleh : Frans Sarong

MENYEBUT produk kerajinan perak Bali, hampir bisa dipastikan berasal dari Celuk, Kabupaten Gianyar. Di Bali, Celuk memang dikenal sebagai pusat usaha kerajinan perak. Bayangkan saja, sekitar 90 persen penduduknya bekerja sebagai perajin perak. Lebih dari 500 keluarga itu, di antaranya perajin sekaligus pemilik usaha kerajinan perak di kawasan tersebut.

KOMANG Jati (46) adalah salah satu dari kelompok 500 keluarga tersebut. Ia adalah pemilik usaha kerajinan perak bernama Anna Silver yang berlokasi di tepi jalan pendukung, di sekitar Banjar Cemenggaon, Celuk. Sosok perusahaan milik ayah tiga anak ini termasuk kelompok strata atas, setidaknya untuk kawasan Celuk. Salah satu indikatornya, omzet yang mencapai Rp 400 juta-Rp 450 juta per bulan.

Pengusaha yang mengaku tidak tahu tanggal lahirnya karena berasal dari keluarga bersahaja ini pernah mengikuti pameran perhiasan perak tingkat dunia, seperti di Hongkong, Dubai, dan sejumlah kota di negara lain. "Menggeluti usaha kerajinan seperti ini (perak) secara tidak langsung memaksa kita harus memiliki akses kuat dan luas dengan dunia internasional. Dorongan itu sepenuhnya karena usaha kerajinan ini dipastikan berorientasi ekspor," ujar suami dari Ni Ketut Sutiarini itu.

Komang Jati menyebut perusahaan kerajinan perak di Bali masih perlu belajar banyak, terutama dari akses pemasaran, mutu produk, serta aspek pelayanan. "Sejauh ini kita selalu kalah bersaing dengan Thailand. Buyer (pembeli) dari Amerika atau negara-negara Eropa biasanya ke Thailand dulu baru ke Bali. Kita harus bangkit, namun untuk itu perlu dukungan permodalan yang memadai hingga perkembangan usaha selain bisa tumbuh sehat, juga mampu bersaing dengan Thailand," katanya.

DARI percakapan santai di tempat usahanya di Celuk, juga terungkap bahwa Komang Jati ternyata berbeda dengan rekan pengusaha di bidang sama lainnya. Mereka yang menggeluti dunia bisnis jarang menyisakan kepedulian untuk bidang usaha bersifat nirlaba. Komang Jati justru berada di antara dua kutub itu. Ia pengusaha kerajinan perak, tetapi juga pemilik sekaligus pengelola TK dan SD yang dibangun di atas lahan miliknya di Celuk.

"Kalau TK sudah operasional sejak tahun ajaran 2003/2004, dan saat ini mengasuh 97 anak. Sementara SD-nya sedang menunggu proses perizinan dari pihak berwenang," katanya. Seperti disaksikan, gedung SD dengan enam ruang kelas sudah siap digunakan lengkap dengan kursi dan meja sekolahnya. Yang sedang dalam proses perampungan adalah pembenahan taman halaman depan sekolahnya.

Mengapa dan bagaimana Anda membangun dan mengelola sekolah yang adalah usaha nirlaba? Atas pertanyaan itu, Komang Jati secara terus terang mengungkapkan bahwa dirinya juga adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) dan berprofesi sebagai guru di SMP Negeri I Sukawati, Gianyar.

Lebih dari itu-sebagaimana digambarkan Komang Jati-ia berkeyakinan bahwa kebahagiaan hidup itu sesungguhnya bukan dari harta berlimpah. "Bagi saya bersama keluarga, kebahagiaan itu justru bersumber dari amal menolong sesama, termasuk membantu mereka yang kesulitan mencari sekolah jauh-jauh atau terus berupaya membuka lapangan kerja, setidaknya bagi masyarakat sekitar," tuturnya.

Komang Jati sendiri mengakui bahwa dirinya sejak kecil bercita-cita menjadi guru. Setelah tamat SMA, anak ketiga dari tujuh bersaudara itu lalu mengikuti program studi D1 (diploma) Matematika di Unud Denpasar. Tamat tahun 1979, ia langsung diangkat menjadi PNS dan bekerja sebagai guru di SMP tersebut. Tidak puas dengan tingkat pendidikan D1, Komang Jati kembali ke bangku kuliah mengikuti program D3, dan hingga tamat tahun 1997, lalu gelar S1 berhasil diraihnya tahun 1999.

"Membangun sekolah ini selain atas semangat membantu sesama, juga karena naluri guru saya tidak terkikis oleh kegiatan bisnis," lanjut Komang Jati yang kini menjabat Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri I Sukawati.

Terkait dengan posisinya, tidak jarang ia harus melayani tamu pejabat dari kecamatan, kabupaten, provinsi, bahkan dari Jakarta. Kecuali saat-saat seperti itu, mobil Mercedes Benz miliknya baru keluar sekadar melayani tamu pejabat. "Memang tidak jarang terjadi semacam kekakuan yang mengganggu, namun semuanya kemudian mencair setelah dijelaskan kalau saya juga berbisnis," katanya sambil tertawa.

APA pendorong hingga kemudian menggeluti usaha bisnis? Komang Jati lagi-lagi mengungkapkan, ia sejak kecil bercita-cita menjadi guru. Selain itu, ia juga berbakat mengukir. Sementara dunia bisnis baru dirambah sejak tahun 1984, awalnya sebagai upaya menghadapi tuntutan hidup, juga atas dorongan istri, Ni Ketut Sutiarini.

Menurut kisahnya, pasangan Komang Jati dan Ni Ketut Sutiarini menikah tahun 1983. Karena Sutiarini juga PNS, yang untuk tahun pertama punya tugas wajib di Timor Timur selama setahun (1984), berarti pasangan pengantin baru ini terpaksa pisah ranjang selama setahun. Sutiarini baru kembali bersama suaminya di Celuk tahun 1985.

Tuntutan hidup pasangan keluarga baru ini bebannya terasa bertambah setelah anak pertama mereka lahir tahun 1984. Tidak cukup hanya mengharapkan gaji, Sutiarini lalu mendorong suaminya agar mulai berbisnis. Atas dorongan ini, Komang Jati lalu mendatangi sebuah usaha kerajinan perak milik keluarga di Celuk. Kunjungan kali ini dengan maksud khusus menawarkan diri sebagai pedagang keliling hasil kerajinan perak dari perusahaan keluarga tersebut.

Perusahaan keluarga mengabulkan dan Komang Jati pun mulai menjajakan perhiasan perak ke kawasan Kuta dan Nusa Dua. Pekerjaan itu biasa ia lakukan selepas sekolah dan juga pada hari Minggu atau hari libur. Melalui kegiatan barunya itu, ia kemudian berkenalan dengan Yusuf, pemilik Art Shop kerajinan perak di Kuta. Ternyata perkenalan dengan Pak Yusuf inilah yang menjadi pembuka langkah baru perjuangan Komang Jati selanjutnya.

"Pak Yusuf sering memberikan order kepada saya. Order itu kemudian saya serahkan ke perusahaan keluarga. Lama- lama saya cari sendiri perajin dan ternyata mulai memberikan penghasilan lebih. Sejak tahun 1984-1985 itulah saya mulai bekerja selain sebagai guru, juga bisnis usaha kerajinan perak," kisahnya.

Kini perusahaannya melibatkan 95 perajin. Mereka tersebar di Celuk (Bali) serta Lumajang, Bangil, Malang, dan Mojokerto (Jawa Timur). Seakan mewakili rekan-rekannya, Komang Jati mengatakan bahwa kalangan pengusaha kerajinan perak di kawasan Celuk dan sekitarnya di Bali kini menunggu realisasi bantuan kredit sebagaimana sering dijanjikan pemerintah. (FRANS SARONG)

Sumber : Kompas, Jumat, 29 April 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks