Jun 7, 2009

Koerniatmanto Soetoprawiro : Prof Koerni Teken Kontrak Melarat

Prof Koerni Teken Kontrak Melarat
Oleh : Tonny D Widiasto

Pada usianya yang tak lagi muda, pria yang satu ini masih meledak-ledak jika berbicara mengenai hukum bagi orang miskin, terutama kaum petani. Hatinya seperti tidak rela apabila kaum miskin dan petani dijadikan "tumbal" untuk yang lain. Kasus beras membuatnya tak bisa tenang.

"Saya sudah teken kontrak untuk hidup melarat. Saya ingin mengabdikan profesorat saya pada cabang hukum pertanian. Dari segi materi, bidang ini tidak menjanjikan apa-apa. Berharap mendapat imbalan materi memadai dari mereka yang serba berkekurangan adalah tidak pada tempatnya. Saya bertekad memberi dari kekurangan saya. Ini bukan urusan matematika, tetapi urusan hati," ungkap Prof Dr Koerniatmanto Soetoprawiro SH MH dalam pengukuhan guru besar di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Sabtu (17/2).

Keputusan untuk membela kaum petani bukannya tanpa alasan. Dia mengakui, asal-usul nenek moyangnya adalah orang desa, miskin, tanpa daya, di lereng Merapi-Merbabu, di pedalaman bekas wilayah Vorstenlanden atau daerah Surakarta-Yogyakarta.

"Saya ini turunan pidak pedarakan, artinya rakyat jelata meski lahir di Bandung. Sekarang tempat kelahiran saya sudah menjadi Istana Plaza Mall, di perempatan Pasir Kaliki-Pajajaran, Bandung. Maka, kalau ibu-bapak parkir mobil di sana, mohon agak hormat sedikit karena di atas ari-ari saya," ujar Prof Koerni—panggilan akrabnya—bergurau.

Martabat manusia

Melalui pidato pengukuhan guru besar berjudul Hukum bagi Si Miskin, Kasus Hukum Pertanian dikemukakan, usia perjuangan membela kaum miskin yang ada di periferi kekuasaan melawan angkara murka telah setua peradaban manusia sendiri. Maka, banyak mitologi, legenda, kisah religius bertemakan kerinduan akan Ratu Adil. Konsep Ratu Adil sendiri bernuansa keadilan sosial.

Untuk memahami kemiskinan, Prof Koerniatmanto mengutip kata Latin esse atau to be dan habere atau to have. Dalam esse terkandung unsur jati diri, ada eksistensi, ada martabat. Dan manusia miskin dianggap tidak bermartabat. Bagi masyarakat umum, kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere atau to have, maka urusan kemiskinan pun menjadi urusan ekonomis semata. Pengertian kemiskinan lalu bersifat absolut dan kuantitatif.

"Di sini terasa nuansa ’memiliki dan menguasai’. Maka, diperlukan hukum guna melindungi agar martabat manusia tidak dicampakkan. Kemiskinan tidak hanya urusan ekonomi. Kemiskinan merupakan urusan hukum, terutama terkait martabat dan harga diri manusia," paparnya.

Di negara-negara berkembang petani merupakan jumlah terbesar. Namun, mereka terpepet oleh modernisasi pabrikan, dan kapitalisme. "Contoh mutakhir, kita lihat kasus beras. Harga beras menjulang tinggi, tetapi petani tidak menerima apa-apa, tetap menjadi tumbal," ujarnya.

Memang, fenomena kemiskinan dan keadilan sosial terkait proses modernitas berikut masyarakat modernnya. Salah satu tanda masyarakat modern adalah kapitalisme dan rasionalisasi hubungan sosial. Inti kapitalisme adalah mencari keuntungan (duniawi) yang berujung pada konsumsi, dan produktivitas kapitalisme yang terus meningkat itu bersandar pada penciptaan berbagai keinginan baru. Keinginan yang satu akan merangsang keinginan berikutnya.

Tidak berdaulat

Kemiskinan dalam arti pengasingan manusia oleh sesamanya sudah terjadi sejak dulu. Dalam sejarah bisa disaksikan, kekuasaan berpusat pada raja yang dalam konsep Dewa-Raja adalah Tuhan sendiri. Maka, kehidupan dan martabat sebagai manusia milik penguasa, kerabat, dan orang-orang kepercayaan raja. Inilah inti kota tradisional seperti masih bisa disaksikan di Yogyakarta dan Surakarta atau tempat lain.

Di sekeliling kota itu terhampar pedesaan yang merdeka tetapi tidak berdaulat. Kemerdekaan desa kelak dikenal dengan otonomi asli. Latar belakang otonomi desa itu lebih karena kerajaan tidak berminat mengurus komunitas pedesaan. Mereka dibiarkan bertindak apa saja asal tidak mengganggu ketenteraman orang (perkotaan).

Sebaliknya, pedesaan tidak berdaulat karena menjadi obyek dan sumber kehidupan bangsawan kota. Pada dasarnya kehidupan kota disubsidi masyarakat desa melalui aneka jenis pajak in natura tanpa memerhatikan martabat manusia desa.

"Istilah wong ndesa atau jalma kampung merupakan istilah untuk menunjukkan orang bodoh, tolol, tidak tahu adat, dan segala hal yang merendahkan harga diri manusia. Pada masa penjajahan Belanda, dibentuk enclave di tengah kawasan berbagai kabupaten di Jawa dan Madura atau kerajaan-kerajaan kecil di luar Jawa. Dikotomi ini masih terus berlangsung hingga kini," ungkapnya menambahkan.

Mengingat belum adanya perubahan sosial yang signifikan bagi masyarakat miskin, terutama petani, membuat Prof Koerni bertekad memberikan perhatian pada petani dan nelayan, terutama petani gurem, buruh tani, nelayan kecil agar hidup layak sebagai manusia dalam suasana adil dan ada kepastian hukum.

Sumber : Kompas, Senin, 19 Februari 2007

2 comments:

Agent Dnn said...

Turut berduka cita atas keluarganya yg suka tidak suka (tidak suka sih sebetulnya...) harus kontrak melarat jg...bs dibilang lebih melarat malah...

Ibu dari anak2nya jg ga bs sperti tmn2nya yg diajak suaminya liburan ke eropa...

Klo sang Prof memperjuangkan orang kere, yg memperjuangkan kluarganya sapa..? not a family man...
kluarganya jd mengalami nasib sperti petani2 jg pada akhirnya..jd tumbal...

paling nanti yg mengurus dan memperhatikan ibu dari anak2nya tuh anak2nya yg memang condong utk Teken Kontrak Hidup Kapitalis...

lagian apa ya bs melawan gurita kapitalisme klo modalnya bikin buku doank..? para kapitalis jg ga akan mbaca itu kayaknya..
hrsnya sih terjun langsung dan klo mau menyekolahkan para petani biar mereka punya ilmu pengetahuan yg memadai dan menjadi Highly Educated.. tp itu emang butuh modal kapital yg besar yg ga dimiliki para penganut sosialis ga jelas dan bergerak relatif sendirian aja...
Money Talk.. Almost Everything

Agent Dnn said...

Das Kapital : Kritik atas kapitalisme
Das Sosial : Kritik atas sosialisme ga jelas...

mau ngelawan kapitalis kok malah jd korban kapitalis...

Manchester United vs Persib

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks