Jun 28, 2009

Felicitas Rudiyanto Asapa : Felicitas dan Razia Orang Sakit

Felicitas dan Razia Orang Sakit
Oleh : Andi Suruji

ORANG miskin sekabupaten mendapat pelayanan kesehatan gratis hanya omong kosong? Tidak. Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, telah membuktikannya. Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan Daerah Sinjai benar-benar menggratiskan pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang jumlahnya sekitar 30 persen dari 276.000 jiwa total populasi.

DI balik kerja itu adalah dr Felicitas Rudiyanto Asapa (46). Dialah Kepala Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan Daerah (Bapel Jamkesda), yang juga Direktur Rumah Sakit Sinjai, sejak tahun 1999.

Dengan subsidi Rp 1,9 miliar dari pemda, Jamkesda Sinjai mampu melayani penduduknya tanpa biaya sepeser pun pada tahun 2004. Mulai dari fasilitas rawat inap puskesmas pembantu sampai rumah sakit tipe D, jasa dokter, obat, laboratorium, radiologi, rontgen, ruang rawat intensif. Sementara daerah lain baru memberikan pelayanan gratis sampai puskesmas.

Pengalaman mengabdi sebagai Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat Galesong Utara, daerah tertinggal di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, selama sembilan tahun sebelumnya membuat dia prihatin akan kondisi masyarakat dalam hal kesehatan. "Tidak orang miskin, tidak kaya, semua mengeluh biaya pengobatan mahal. Ini yang memotivasi saya, bagaimana supaya orang yang berobat itu membayar murah," kata ibu dua anak ini.

NIAT baik nan tulus memang sering kali mendapat dengan kemudahan. Tak pernah dibayangkan bahwa suaminya, Andi Rudiyanto Asapa, yang pengacara terkemuka di Makassar, kelak terpilih menjadi Bupati Sinjai, Agustus 2003. Maka program yang diyakini dr Sita, panggilan akrabnya, sangat besar manfaatnya untuk masyarakat miskin itu diterima pemda.

Program pun langsung dijalankan setelah terbit SK Bupati sebagai landasan hukum operasional Bapel Jamkesda. Pengelolanya tidak banyak, hanya 16 orang. Sita sebagai kepalanya, sekretarisnya dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), dibantu empat kepala biro (biro keuangan untuk membayar klaim, biro umum mengatur administrasi, pelayanan medis mengecek pelayanan rumah sakit dan puskesmas, serta biro verifikasi mengecek harga obat, ketepatan dosis), dan sejumlah staf.

Dalam struktur organisasi Jamkesda ada pula dewan pengawas dari kalangan DPR, pemimpin tradisional masyarakat, LSM, dan dinas kesehatan. Bupati hanya pembina.

Sesuai dengan proposal, hanya dibutuhkan Rp 3 miliar untuk membuat orang miskin di daerah itu bisa berobat gratis. Berani, sebab Pendapatan Asli Daerah Sinjai tahun 2003 hanya Rp 7 miliar. "Tahun pertama dana yang terpakai cuma Rp 1,9 miliar. Sebenarnya kalau ada kemauan, derajat kesehatan orang miskin itu bisa mudah kita perbaiki," ujar Sita.

Manfaatnya besar sekali. Masyarakat miskin menjadi lebih sehat, produktivitas kerja dan kesejahteraannya meningkat karena mereka bisa bekerja lebih baik. "Kalau pendapatan per kapita masyarakat Sinjai secara keseluruhan tahun 2004 meningkat signifikan, ya di situ adalah kontribusi dokter, perawat, dan pegawai kesehatan," ujar Sita.

AWALNYA tidak mudah meyakinkan semua pihak bahwa pengobatan gratis bagi orang miskin itu bisa diselenggarakan. Kalangan anggota DPRD pun banyak yang sangsi. Berbagai cara dan media digunakan. Dari Bupati, DPR, aparat kesehatan, guru mengaji, sampai ceramah di masjid. Hasilnya tidak memuaskan karena masyarakat skeptis.

"Sampai-sampai dilakukan razia. Orang sakit dirazia di rumahnya, diangkut ke rumah sakit untuk berobat. Kak Rudi (Bupati-Red) sempat didemo. Masyarakat bilang orang sakit pun ditangkapi, gila Pak Bupati. Ha-ha-ha…," Sita tertawa mengenang "perjuangan" itu.

Ternyata cara ini membuahkan sukses. Setelah orang sakit yang dirazia itu pulang ke rumahnya, berceritalah mereka kepada tetangga dan kerabatnya bahwa ia dirawat sampai sembuh dan tanpa biaya sepeser pun. "Alhamdulillah… promosi dari mulut ke mulut inilah yang sangat berguna," ujarnya.

Awalnya tidak ada perbedaan antara orang miskin dan yang bukan. Siapa saja bisa mengambil kartu miskin sebagai "paspor" untuk berobat gratis. Yang kaya pun kalau mau ambil kartu miskin (seperti kartu tanda penduduk dengan foto) boleh, tetapi kartunya distempel kata-kata "miskin".

"Dua atau tiga kali saja datang berobat menggunakan kartu bercap miskin, sudah malu dia. Akhirnya banyak yang minta supaya kartu miskin itu ditukar dengan kartu tanpa cap miskin. Membayarlah mereka," ujar Sita diiringi tawa.

Kini orang yang tidak tergolong miskin pun hanya membayar iuran Rp 10.000 per keluarga setiap bulan ke Bapel Jamkesda. Dengan iuran itu, berapa pun anggota keluarganya harus dilayani. Sementara orang yang memang benar-benar miskin tetap gratis. Tidak ada perbedaan pelayanan.

Cara pengawasannya dibuat sistem agar semua pihak yang terlibat saling mengontrol. Puskesmas dan rumah sakit membuat klaim yang diteken pasien, dan petugas Bapel Jamkesda mengecek ke lapangan sebelum membayar. Jadi tidak ada kongkalikong.

"Manajemennya terbuka, siapa saja bisa mengetahui aliran masuk dan keluar dana, mengontrol, termasuk pemeriksaan dari Tim Percepatan Pemberantasan Korupsi yang sudah dibentuk," ujar Sita.

DENGAN niat baik dan tulus, serta adanya sistem yang andal, memang banyak hal kreatif dapat dilakukan pemda untuk kesejahteraan masyarakat. Kalau semakin banyak orang mampu dan mau membayar iuran, kelak program ini bisa mandiri. Pemda tidak perlu lagi mengucurkan subsidi.

Kini keberadaan Bapel Jamkesda sudah ditetapkan dengan peraturan daerah. Eksistensinya semakin mengakar. Ke depan, harap Sita, sembari berupaya meningkatkan kapasitas rumah sakit tipe D yang baru 30 tempat tidur itu untuk bisa menampung 200 pasien serta menambah peralatan, pihaknya berupaya mendatangkan dokter-dokter ahli dari Makassar untuk melakukan operasi di Sinjai.

"Cuma kami kerepotan juga sekarang karena banyak sekali tamu yang datang untuk studi banding. Pemda kedodoran menjamu mereka karena acap kali didampingi pejabatnya," ujar Pak Bupati. (Andi Suruji)

Sumber : Kompas, Rabu, 11 Mei 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks