Jun 19, 2009

Evo Morales, Sang Presiden Rakyat

Evo Morales, Sang Presiden Rakyat
Oleh : DI

Pakaian resmi bagi Evo Morales adalah kemeja tanpa dasi dan jaket kulit warna coklat. Dia lebih merasa nyaman memimpin demonstrasi jalanan daripada memperdebatkan kesepakatan di koridor- koridor kekuasaan. Gaya bicaranya yang berapi-api tidak memerlukan naskah pidato.

Tanggal 22 Januari mendatang Morales akan dilantik menjadi Presiden Bolivia setelah memenangi pemilu 18 Desember dengan mendapatkan 54 persen suara, jumlah perolehan suara terbanyak dalam sejarah Bolivia dua dekade ini.

Dia naik ke kekuasaan sebagai orang luar bagi dunia politik negara itu dan sebagai presiden Indian pertama untuk memerintah negara di Pegunungan Andes yang 65 persen penduduknya orang asli, tetapi selama ini selalu diperintah orang-orang keturunan Eropa.

Kemenangannya itu menimbulkan kekhawatiran di Washington karena janji-janjinya menghentikan kampanye dukungan AS untuk memberantas tanaman koka yang dipakai membuat kokain serta untuk menasionalisasi cadangan minyak dan gas Bolivia.

Siapakah pemimpin rakyat yang bisa mendapatkan dukungan begitu besar, mengalahkan dengan telak Jorge Quiroga yang mantan presiden itu?

Juan Evo Morales Aima dilahirkan 26 Oktober 1959 di sebuah keluarga Indian Aymara di Orinoca, kota tambang di daerah Oruro. Pada awal 1980-an keluarganya, seperti banyak penduduk asli dataran tinggi, bermigrasi ke dataran rendah tropis di Bolivia Timur. Mereka menetap di Chapare, tempat mereka bertani, antara lain bertanam koka untuk diambil daunnya.

Semasa kanak-kanak Morales menggembalakan llama (binatang beban dari keluarga unta yang khas Amerika Selatan itu). Dia menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya dan mengatakan pendidikan berikut didapatnya dari apa yang dia sebut ”universitas kehidupan”, termasuk wajib militer pada usia 17 tahun.

Morales menjadi pemimpin gerakan cocaleros, federasi petani daun koka yang menentang upaya Pemerintah AS memberantas tanaman koka di Provinsi Chapare. Tahun 1995 dia mendirikan MAS (Movimiento al Socialismo/Gerakan ke Sosialisme), sebuah partai politik berbasis India yang menginginkan nasionalisasi industri, legalisasi daun koka, dan pembagian lebih adil sumber daya nasional.

Sebagai pemimpin cocaleros, Morales terpilih menjadi anggota DPR tahun 1997 mewakili Provinsi Chapare dan Carrasco, daerah Cochabamba. Dia mendapat 70 persen suara di distrik itu, perolehan suara tertinggi dari 68 wakil rakyat yang dipilih langsung dalam pemilu tersebut.

Tahun 2002 dia menjadi kandidat dalam pemilu presiden, menduduki tempat kedua, sebuah perolehan yang mengejutkan partai-partai tradisional Bolivia. Dalam pemilu Desember 2005 dia menang dengan gemilang, membuktikan bahwa suara rakyat akhirnya menentukan sehingga Bolivia untuk pertama kalinya mempunyai seorang presiden Indian.

Tak dapat diduga

Gaya aktivis jalanannya yang jauh berbeda dari politisi tradisional Bolivia itu membantu mendekatkan dirinya dengan mayoritas Indian miskin negerinya. Namun, hal itu juga bisa menjadi kelemahan begitu dia menjadi presiden.

”Evo Morales adalah politikus yang tak dapat diduga,” kata Henry Oporto, analis politik Bolivia. ”Dia seseorang yang bisa mengatakan hal-hal tak terduga tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Sayangnya, saya rasa ini tak akan membantunya dalam perannya sebagai presiden,” ujarnya lebih lanjut.

Sebagai presiden dia akan menghadapi percekcokan sosial dan politik dari sebuah negara yang telah mengalami lebih dari 200 kudeta, kontrakudeta, dan pemberontakan jalanan dalam 180 tahun merdeka.

Morales memimpin demonstrasi kaum Indian yang menggulingkan dua presiden sejak 2003 dengan menggunakan blokade jalan raya dan demonstrasi massal. Kini Morales menjadi penguasa, berada di bagian dalam pemerintahan, di mana salah langkah bisa menimbulkan protes jalanan serupa.

Urusan mengenai tanaman koka adalah salah satu hal yang bakal menjadi duri dalam daging bagi AS. Orang Indian Amerika Selatan memakai daun koka selama ribuan tahun untuk keperluan pengobatan dan ritual.

Namun, karena daun itu juga menjadi bahan dasar kokain, Pemerintah AS telah menghabiskan jutaan dollar AS untuk berupaya memberantas tanaman tersebut di Bolivia dan negara-negara Amerika Latin lain.

Berulang kali dia mengatakan akan melegalisasi koka, menentang upaya eradikasi oleh AS itu. Namun, jika sebelumnya dia dengan berapi-api mengatakan akan memperjuangkan nasib cocaleros, akhir-akhir ini dia menambahkan bahwa dia menentang perdagangan kokain, salah satu langkah yang membuat para analis menilai aktivis jalanan itu memperlunak sikapnya.

Bagaimana dia akan memerintah masih menjadi tanda tanya besar. Belum juga diketahui apakah dia benar akan menasionalisasi sektor minyak dan gas. Sekarang pun, bahkan apakah dia akan memakai dasi untuk pelantikannya, masih sebuah misteri. Yang jelas, 8,5 juta rakyat Bolivia meletakkan harapan mereka di pundaknya.(AP/AFP/Reuters/BBCNews/DI)

Sumber : Kompas, Rabu, 4 Januari 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks