Jun 26, 2009

Elly Djamaluddin : Elly, Pendekar Hukum dari Mandar

Elly, Pendekar Hukum dari Mandar
Oleh: Reny Sri Ayu Taslim

Banyak yang terenyak ketika 23 anggota dan mantan anggota DPRD Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, dijebloskan ke rumah tahanan awal Januari lalu. Mereka diduga terlibat penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Majene tahun 2002-2004 sebesar Rp 6,1 miliar. Perempuan yang berani, komentar orang atas tindakan terhadap para wakil rakyat itu.

Perempuan yang dimaksud adalah Elly Djamaluddin (40-an), Kepala Kejaksaan Negeri Majene yang menangani langsung kasus ini yang juga mengeluarkan perintah penahanan. Di tengah maraknya kasus korupsi di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan, termasuk di DPRD Sulawesi Selatan yang terkesan tak tersentuh hukum, wajar agaknya jika orang-orang menilai Elly berani.

Kalau dibilang berani, sebenarnya tidak juga, saya hanya sekadar menjalankan tugas dan berusaha melakukan sebaik-baiknya. Karena bukti awal sudah cukup untuk melakukan penahanan, maka atas nama hukum harus saya tahan. Syukur Tuhan membantu saya, begitu pun rekan-rekan kerja saya yang sangat pengertian, mau bekerja keras, dan kompak, kata Elly.

Kendati tak mau mengakui dirinya diteror, tetapi sejumlah sumber di Majene memastikan bahwa Elly sebenarnya mendapat tekanan luar biasa dalam menangani kasus ini. Selain teror, Elly juga mendapat sejumlah tawaran menggiurkan, mulai dari uang dan hadiah-hadiah lain, untuk sekadar menangguhkan penahanan atau bahkan melepas tersangka dari jerat hukum.

Elly sendirian menghadapi semua ini. Suami dan kedua anaknya tinggal di Jakarta dan hanya sesekali datang menjenguknya. Tetapi, semua itu tak membuatnya surut langkah. Para tersangka tetap ditahan, hingga kini memasuki empat bulan dan tetap akan ditahan hingga berkas perkara selesai dibuat dan dilimpahkan ke pengadilan.

Tak terpikirkan

Sebenarnya menjadi jaksa, apalagi hingga menjabat kepala kejaksaan negeri dan menangani kasus seperti saat ini, tidak pernah terpikirkan oleh Elly sebelumnya. Kuliahnya sendiri di Fakultas Sosial Politik Universitas Islam Jakarta, di mana waktu itu ia lakukan sembari bekerja di sebuah perusahaan swasta asing. Untuk yang terakhir itu, suaminya katanya kadang mengeluh karena membuat Elly tidak punya waktu luang untuk keluarga.

Saya sadar kerja di perusahaan swasta memang sangat menyita waktu dan saya hampir tidak bisa menyisakan waktu untuk keluarga, terutama anak. Makanya dengan kesadaran sendiri, saya memutuskan berhenti. Saat berhenti itulah sejumlah instansi membuka pendaftaran untuk pegawai negeri. Saya sama sekali belum berpikir untuk menjadi jaksa, melainkan pegawai biasa saja, kata istri dari Akmal ini.

Bekerja di kejaksaan membuat Elly mulai berpikir akan lebih baik menjadi jaksa jika ingin lebih berkembang. Maka, saya kemudian kuliah hukum di Universitas Negeri Jakarta. Kuliah saya selesai 3,5 tahun dan kemudian saya menjadi jaksa, kata ibu dari Yuli Prihartini Indri (27) dan Yuan Yulian (25) ini.

Ia sempat melanjutkan kuliahnya dengan mengambil master hukum. Perjalanan kemudian membuat Elly berpindah tugas dari Kejaksaan Negeri Cibinong, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, hingga kemudian ditempatkan di Kabupaten Majene tiga tahun lalu dan menduduki jabatan kepala kejaksaan. Saya tidak pernah berpikir akan menangani kasus-kasus seperti ini. Yang selalu ada dalam benak saya adalah bekerja sebaik mungkin di mana pun saya berada. Maka, ketika berhadapan dengan persoalan ini, saya merasa biasa-biasa saja, bukan sesuatu yang luar biasa, bukan pula karena punya keberanian lebih, katanya.

Asli Mandar


Lahir di Makassar dari keluarga suku Mandar, ia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Baharuddin Lopa (almarhum), yang pernah menjadi Jaksa Agung sekaligus nama harum di dunia hukum kita. Ketika orang ingin mengaitkan keberaniannya itu dengan Baharuddin Lopa, dengan serta-merta dia menampik.

Terlalu berat beban saya kalau mau dikaitkan dengan Baharuddin Lopa. Saya masih kecil dan belum ada apa-apanya, katanya sembari menjentikkan kelingkingnya.

Melakukan proses hukum terhadap korupsi kata Elly tidak mudah. Ada banyak pertimbangan, tidak boleh gegabah. Kita harus punya bukti yang cukup kuat. Kebetulan saja di Majene, bukti-bukti awalnya cukup sehingga prosesnya lebih cepat dari kasus yang lain, ucapnya.

Atas apa yang dilakukannya selama ini di Majene, Elly mendapatkan penghargaan Adhikarya Nusantara sebagai salah seorang Citra Kartini 2005. Selain itu juga penghargaan Career Woman Award dan The Best Achievement for the Higher Dedication in Public Services 2005. *

Sumber : Kompas, Jumat, 1 Juli 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks