Jun 25, 2009

Eileen Marie Collins : Eileen Collins, Jiwanya di Angkasa

Eileen Collins, Jiwanya di Angkasa
Oleh : Simon Saragih

Sangat menegangkan dan menggelitik saraf-saraf! Begitulah yang dirasakan para astronot pesawat ulang alik Discovery, Eileen Collins, Jim Kelly, Soichi Noguchi, Steve Robinson, Andy Thomas, dan Wendy Lawrence sebelum mendarat kembali di Bumi dalam perjalanan ke angkasa selama dua minggu yang dimulai 26 Lalu.

Saat mengangkasa, sejumlah bahan penyekat di tank eksternal terkelupas. Hal serupa itu terjadi pada pesawat Columbia, yang meledak pada 1 Februari 2003. Para awak Discovery mengatakan kolega mereka yang meninggal 2,5 tahun terus terbayang selama misi dua minggu tersebut.

Asisten pilot Jim Kelly mengakui ketakutan saat Eileen Marie Collins—komandan penerbangan —mulai menyalakan mesin untuk keluar dari orbit. Kelly terus-menerus memantau sinyal, apakah ada yang tidak beres. Namun, astronot, tidak ada pilihan lain, harus percaya pada pusat kontrol di Bumi.

Nasib astronot Columbia, konon sudah diketahui sebelum mendarat karena ada kebocoran di bagian sayap, yang menyebabkan pesawat itu terbakar saat memasuki atmosfer. Pada posisi itu, suhu panas bisa mencapai 1.200 Celsius sementara bahan penyekat bisa menahan panas antara 1.275 hingga 1.650 derajat Celsius. Sedikit saja bahan itu terkelupas, artinya kiamat.

Ketegangan bertambah ketika Discovery ditunda turun karena kabut di Florida. Apakah Collins juga merasakan serupa? ”Pencapaian terbesar pada penerbangan ini sederhana saja, pesawat bisa terbang lagi,” demikian Collins dengan entengnya.

Syukurlah Discovery bisa mendarat kembali pada fajar Selasa 9 Agustus di California, pada kecepatan 200 mil per jam, setelah merampungkan penerbangan uji coba itu.

Di bawah kendali Collins, Discovery mendarat di landasan berhantu di runway 22, Edwards Air Force Base, Mojave Desert, California, pada pukul 8:11:22 pagi. Seharusnya pesawat mendarat di Kennedy Space Center, namun dialihkan oleh pemandu di Bumi LeRoy Cain ke California.

”Tampaknya fantastik,” demikian Collins soal kondisi pesawat, setelah astronot itu keluar untuk menjalani pemeriksaan setelah pendaratan.

Pendaratan Discovery itu adalah yang ke-50 di pusat percobaan Air Force itu, dan hanya enam pendaratan di antaranya yang berlangsung di saat hari sedang gelap gulita. Bagi Collins, lulus tahun 1990 dari Air Force Test Pilot School at Edwards, hal itu bukan masalah.

”Kami bahagia telah kembali dan mengucapkan selamat kepada semua tim yang ada di balik sukses semua itu,” kata Collins sebagaimana ditulis di CBS News.

Presiden AS George Walker Bush pun turut memberikan jumpa pers di ranch-nya di Texas. ”Ini penerbangan penting bagi NASA untuk mendapatkan kembali kepercayaan,” kata Bush yang juga merefleksikan kebanggaan AS, setelah Discovery mendarat sukses.

Pendaratan Discovery adalah yang terakhir dari 114 misi angkasa, sebuah perjalanan yang menempuh jarak 5,8 juta mil dan melakukan 219 pengorbitan sejak 26 Juli dari landasan 39B di Kennedy Space Center.

NASA kini harus memberi perhatian untuk mencari tahu, mengapa ada penyekat yang terkelupas dari Discovery, yang sekaligus dikecam sebagai tidak jelimetnya persiapan teknisi soal pengamanan penerbangan itu.

Collins lahir 19 November 1956 di Elmira, New York, adalah tokoh dalam penerbangan itu. Dia berkembang di Harris Hill, setelah pindah karena banjir di Elmira. Saat di Elmira, New York, ia menoleh ke pesawat yang menembus angkasa biru. Ketika itu juga, dia mematrikan mimpinya, suatu saat pasti terbang nyata.

Elmira, dijuluki sebagai ibu kota penerbangan AS, terkenal dengan sejarahnya yang kaya tentang penerbangan dan memiliki koleksi pesawat, dari buatan tahun 1890-an hingga paling mutakhir.

”Keluarga saya tak pernah punya uang untuk membayar les penerbangan atau... bahkan tak pernah bisa naik pesawat. Namun, hasrat saya untuk terbang tetap saja muncul,” kata Collins, yang harus mengalami perceraian orang tua pada tahun 1969. ”Di sekolah, saya tidak begitu suka pelajaran olahraga, namun saya selalu yakin, untuk terbang saya pasti bisa,” kata Collins, pengagum Amelia Earhart, pencipta rekor penerbangan internasional dekade 1930-an.

Dia pun membaca buku soal jenis-jenis pesawat. Saat usia 16 tahun, dia mulai bekerja dan menabung dan tiga tahun kemudian memulai karier sebagai pilot. ”Saya menabung uang 1.000 dollar AS dan pergi ke bandara lokal, saat berusia 19 dan minta tolong kepada orang di sana untuk mengajari saya terbang,” kata istri seorang pilot Pat Young dan ibu dari Bridget Marie (10), serta Luke (4).

Collins tidak peduli saat dikatakan bahwa penerbangan adalah urusan lelaki. Collins memulai pelatihan pilot militer di Angkatan Udara AS pada tahun 1978, bersamaan dengan dibukanya program penerbangan angkasa pertama untuk wanita oleh NASA. Pilot wanita elite pertama, yang masuk program itu, justru semakin menambah cita-citanya. menjadi astronot

Kerja keras berhasil membawanya ke NASA. ”Dia punya talenta soal dunia penerbangan. Cepat tangkap dan berani terbang solo dalam waktu singkat,” kata mantan pilot Angkatan Udara AS, AJ Davis, yang pernah melatih Collins.

Akan tetapi, menjadi astronot tak cukup hanya tahu soal terbang. Collins juga tertarik pada sains, astronomi, geologi, sejarah dan angkasa. Ia meraih sarjana muda matematika dan ekonomi di Syracuse University pada tahun 1978, gelar master pada bidang riset operasional dari Stanford University di 1986 dan master di bidang manajemen sistem angkasa dari Webster University pada tahun 1989 dengan nilai yang bagus.

”Dia itu belajar keras, perfeksionis dan mau mengajari orang. Tadinya saya mengira dia berbakat jadi guru,” kata Margaret Conklin, adik Collins. Berbekal semua itu, pendidikan dan rekomendasi berbagai pihak, Collins dipilih oleh NASA untuk bergabung pada tahun 1990.

Kemudian ia menjadi wanita pertama yang menjadi pilot Space Shuttle dan wanita pertama yang mengomandoi penerbangan angkasa.

Kecelakaan Challenger pada 28 Januari 1986 dan Columbia pada 1 Februari 2003, tidak menyurutkan niatnya untuk terus jadi astronot. ”Soalnya saya cinta pada bidang ini dan ingin berkontribusi. Kecelakaan itu membuat saya malah makin bersemangat. Kenangan akan astronot yang meninggal akibat kecelakaan itu membuat saya berutang budi. Mereka berani dan rela mati. Mengapa saya tidak,” demikian Collins sebagaimana ditulis di http://www.nasa.gov.

Untung Collins punya suami yang mendukung, yang ditemuinya saat belajar bersama di Angkatan Udara AS. ”Terserah, itu pilihan kamu,” kata suaminya, ketika Collins bertanya, masihkah suaminya setuju meneruskan karier astronot setelah dua kecelakaan itu.

Sumber : Kompas, Selasa, 16 Agustus 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks