Kiat Memetik Kopi dari Djuwito
Oleh : Frans Sarong
Pesan agar tidak memetik kopi sebelum benar-benar masak disampaikan Djuwito Tjahjadi (83), warga Kota Denpasar, Bali, pemilik pabrik kopi bali cap Kupu Bola Dunia.
Djuwito layak memberi nasihat itu karena dia sudah membuktikan melalui kopinya, Kupu Bola Dunia. Kopi Kupu Bola Dunia sudah berdiri sejak tahun 1935 dan membawa wangi kopi bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Kupu Bola Dunia dapat bertahan di tengah serbuan berbagai merek kopi baru terutama karena mampu menjaga kualitas biji kopi dan cita rasanya. Padahal, merek ini mengandalkan bahan baku biji kopi, terutama dari kebun petani di sejumlah lokasi di Bali, seperti Pelaga, Kintamani, Baturiti, Singaraja, dan daerah lain di Indonesia.
Sebagian kopi olahan Djuwito juga diekspor, antara lain ke Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Hongkong, dan Malaysia.
"Omzet ekspor pabrik kami tidak banyak, tetapi setiap tahun selalu ada. Kesinambungan ekspor tetap terjaga dan tidak pernah putus," tutur Djuwito yang pernah menjadi pembayar pajak terbesar perorangan di wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Djuwito mewarisi usaha ini dari ayahnya, Bian Ek Hoo, yang awalnya adalah eksportir kopi ke Singapura sebelum memulai pabriknya tahun 1935. Di tangan Djuwito, pabrik itu dipermodern dengan mesin-mesin baru sejak tahun 1984.
Meski usianya sudah lanjut, suami dari Tjindra Jap (almarhumah, 1995) itu hampir setiap hari masih telaten mengunjungi tempat usahanya, terutama Toko Bhineka Jaya di Jalan Gajahmada, Denpasar. Toko ini menjual berbagai jenis kopi produk pabriknya dan minuman kopi yang aromanya menggoda selera penikmat kopi saat memasuki toko itu.
Pengakuan
Bagaimana mempertahankan mutu dan aroma khas kopi bali, Djuwito menekankan pada biji kopi bermutu, yakni dari buah yang benar-benar masak yang dipetik ketika kulit buah merah merata. Biji-biji kopi juga harus kelihatan sama besarnya. "Untuk mendapatkan kopi grade I itu, kami menyediakan sampel melalui pengepul di kampung penghasil kopi," tutur Djuwito.
Di pabrik, dengan dukungan mesin modern, biji kopi diolah lagi hingga tidak menyisakan kulit kasar, kulit ari, dan kotoran lain. "Biji kopi harus benar-benar bersih," paparnya. Selain itu, proses pematangan biji kopi pun selalu terjaga, warna biji kopi cukup hingga kecoklatan, tidak boleh sampai hitam.
Ada peristiwa membanggakan yang dikenang Djuwito, yaitu kunjungan mendadak Perdana Menteri Malaysia Dr Mahathir Mohamad ke Toko Bhineka Jaya di Denpasar, Senin, 4 Maret 1991.
"Saat itu ada pertemuan kepala negara di Bali yang juga diikuti Mahathir Mohamad. Entah dari mana mengetahui tentang kopi kami, beliau tiba-tiba menyempatkan diri mengunjungi tempat ini. Saya tentu sangat bangga," kenang Djuwito.
"Jalan di depan ini (Jalan Gajahmada) saat itu terpaksa ditutup sementara selama lebih kurang 25 menit. Beliau sempat mencicipi kopi bali. Beliau bilang kopi bali enak," lanjut Djuwito.
Jauh sebelumnya, pada tahun 1955, tempat usaha milik Djuwito Tjahjadi pernah dikunjungi Direktur Worldwide Coffee Research Dr Hubert S Koehler. Dilaporkan, Koehler sangat terkesan oleh pabrik kopi bali yang dinilainya menjaga kualitas, kebersihan, serta cita rasa yang sangat khas.
Djuwito juga menunjukkan buku panduan turis ke Bali dalam bahasa Inggris, Jepang, dan Belanda yang menyinggung kopi milik Djuwito, lengkap dengan nama dan alamat toko di Denpasar. Yang jelas, dia tidak mengiklankan kopinya. Kopi ini terkenal melalui pengakuan pada kualitas.
Butuh situasi kondusif
Apa pesan Pak Djuwito untuk kelestarian usaha kopi di Tanah Air? Sang pengusaha berusia senja ini mengimbau pemerintah agar menciptakan situasi kondusif hingga memungkinkan berkembangnya industri kopi dalam negeri.
"Indonesia adalah negara penghasil kopi. Kenyataannya, hingga sekarang aneka produk kopi yang dikonsumsi masyarakat di negeri ini sebagian justru dari impor. Indonesia seharusnya memiliki pabrik kopi dengan bahan baku kopi dari para petani kita dan hasil produknya terutama untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," ujarnya.
Dia juga menyampaikan pesan kepada petani kopi, terutama Bali dan daerah lain sekitarnya.
Pesannya diawali dengan kisah larangan ketika zaman penjajahan Belanda yang melarang keras petani memetik kopi pada bulan Mei, apalagi lebih awal, karena saat itu buah kopi belum mencapai usia masak panen. Buah kopi baru diizinkan dipanen pada pertengahan Juni. Memanen kopi pada saat matang sebenarnya akan menguntungkan petani karena ini memengaruhi kualitas biji dan pada gilirannya menentukan harga kopi.
Pasangan Djuwito-Tjindra Jap (alm) dikaruniai enam anak dan 11 cucu. Keenam anaknya berpendidikan luar negeri. Kini hanya dua di antaranya, Christianto dan Wirawan, berusaha di Bali.
Djuwito juga telah mempersiapkan penerus usaha keluarga itu meskipun masih aktif mengontrol perusahaan sebatas urusan keuangan. Tugas-tugas lain telah didelegasikan kepada putra bungsunya, Wirawan.
"Pada saatnya saya akan lepas sepenuhnya urusan perusahaan kepada Wirawan karena dia memang dipersiapkan sejak usia sembilan tahun," tuturnya.
Di ujung percakapan, Djuwito mengulangi pesannya kepada para petani supaya jangan memanen kopi sebelum benar-benar masak.
Sumber : Kompas, Kamis, 16 November 2006
Jun 11, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment