Lagu Pembebasan Avril Lavigne
Oleh : Frans Sartono
SEKITAR 3.000 penonton yang didominasi remaja belasan tahun berjingkrak-jingkrak mengikuti lagu Sk8er Boi-dibaca Skater Boy-yang dibawakan Avril Lavigne. Itulah yang terjadi pada penampilan penyanyi Kanada, Avril Lavigne (20), yang menggelar konser Bonez Tour 2005 di Stadion Tenis Tertutup, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2005) malam.
Avril tampil dengan celana blue jeans dan kaus hitam. Keempat personel band pendukung mengenakan kostum serupa, jeans dan kaus hitam. Ia menenteng gitar elektrik dengan body kotak-kotak hitam-putih. Strap atau tali selempang gitar bergambar deretan tengkorak di atas tulang bersilang. Gambar itu menjadi ikon resmi konser Bonez Tour 2005.
Di pentas yang diterangi lampu berkekuatan 200.000 watt, ia tampak kurang komunikatif. Ia tidak banyak bicara untuk menjalin komunikasi dengan penonton kecuali sekadar ucapan thank you. Boleh jadi ia memang tak suka basa-basi. Persona Avril di atas pentas terkesan nyaris dingin, tidak ramah. Di panggung ia hanya menjadi sekadar tontonan. Kebetulan lagu-lagu Avril dikenal baik oleh penggemarnya dan itulah yang menghidupkan konser.
Avril memuncaki konser dengan lagu Sk8er Boi. Usai lagu tersebut panggung gelap dan penonton memanggil Avril untuk manggung lagi. Muncullah kembali Avril menabuh drum untuk sebuah lagu. Ia kemudian maju ke depan dan menyanyikan lagu Complicated sebagai gong konser yang disambut koor seru dari penonton.
LIRIK lagu Avril bertutur soal kehidupan sehari-hari kaum muda. Sk8er Boi bertutur tentang gadis yang menolak cinta seorang lelaki penggemar skate board. Belakangan cowok itu menjadi bintang rock yang sering muncul di MTV. Avril yang lahir pada 27 September 1984 itu memang tumbuh dan besar di era MTV, sebuah era ketika rock menjadi santapan harian remaja.
Pada peta belantika musik pop dunia, jika diukur dari zaman Michael Jackson, Avril terbilang sebagai "anak kemarin sore". Ia lahir ketika Michael Jackson sedang bertakhta di belantika musik sebagai King of Pop.
Akan tetapi, belantika musik tidak mengenal senioritas. Yang lebih penting adalah daya jual. Avril yang hadir di jagat musik pada tahun 2000 itu mampu menjual hampir 20 juta kopi album di seluruh dunia. Di Indonesia, album Avril yang berada di bawah label Sony-BMG terjual sebanyak 420.000 kopi dengan perincian, 320.000 untuk album pertama Let Go dan 100.000 untuk Under My Skin, album keduanya keluaran tahun 2004. Jumlah tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah. Dari dua albumnya, ia juga mendapat delapan unggulan Grammy.
Avril yang datang dari Napnee, kota kecil di Ontario, Kanada, itu datang ke belantika musik yang sedang diramaikan oleh musik jenis pop rock, atau ada yang menyebutnya sebagai pop alternatif. Anak kedua dari tiga bersaudara itu tumbuh dari lingkungan yang dekat dengan musik country dan folk.
"Waktu saya masih kecil, setiap ada kesempatan, ibu selalu mengajak saya untuk tampil di acara nyanyi. Entah itu di acara gereja atau di pasar malam di kota kami. Saat itu saya nyanyi lagu apa saja yang bisa. Seperti anak-anak sebaya, saya juga nyanyi lagu country atau folk," tutur Avril menjawab pertanyaan Kompas dalam jumpa pers Senin siang di Hilton Executive Club, Jakarta.
"Waktu mendapat kesempatan rekaman, saya mengembangkan kemampuan dalam menulis lagu dan kemudian yang muncul musik seperti yang saya bawakan sekarang, yaitu pop rock," kata Avril yang mulai belajar gitar pada usia 12 tahun.
AVRIL hadir di belantika musik hampir bersamaan dengan Michelle Branch, Norah Jones, atau juga Vanessa Carlton. Mereka masing-masing mempunyai jalur musik tersendiri. Norah Jones, misalnya, cenderung dekat dengan gaya jazz dan country.
Avril memilih jalur pop rock-ada yang menyebutnya sebagai alt(ernative) rock dan adult alternative. Menjelang tahun 2000-an, slot atau celah pasar untuk alt rock yang pernah diramaikan Alanis Morissette memang terbuka lebar. Avril muncul sebagai bintang muda pop rock-setidaknya Avril sepuluh tahun lebih muda dari Alanis. Akan tetapi, Avril menolak jika dikatakan bahwa keberadaannya merupakan hasil fabrikasi para pelaku bisnis musik.
"Saya bukan hasil fabrikasi. Saya menulis lagu saya sendiri," katanya.
Seperti banyak artis lain, Avril pun merasa tidak membakukan diri ke satu jenis musik tertentu, termasuk punk.
"Saya sama sekali tidak pernah mengklaim sebagai artis punk. Medialah yang memberi label pada saya sebagai penyanyi punk atau apa. Itu semata karena saya gadis remaja dan bukan tipikal artis pop yang manis," kata Avril yang bertinggi tubuh 160 cm.
Cara berpakaian Avril memang mengingatkan pada gaya artis punk. Setidaknya Avril lebih banyak tampil apa adanya, dalam pengertian santai, tidak formal. Dalam konser-konsernya dia lebih sering mengenakan blue jeans dan tank top. Jangan kaget jika pada konser Avril di Jakarta tampak gadis-gadis muda mengenakan tank top mengekor artis yang mereka tonton.
DALAM wawancara dengan majalah Rolling Stone, Avril pernah mengatakan tidak betah jika harus berpakaian seperti Britney Spears yang serba cantik dengan sepatu hak tinggi atau celana ketat hingga membuatnya tidak bisa duduk. Dia memang tidak tunduk pada protokoler belantika musik yang kadang mengasingkan artis dari jatidirinya.
"Saya ungkapkan apa yang ingin saya ungkapkan. Saya membuat keputusan sendiri. Orang tidak bisa mendiktekan apa yang harus saya lakukan, atau mengatur ke mana saya harus pergi. Saya melakukan apa yang ingin saya lakukan," kata Avril menanggapi anggapan bahwa dia hanyalah produk industri musik.
Boleh jadi itu bagian dari "ideologi" pembebasan Avril. Persis kata yang tertera pada bagian dada di kaus Avril yang dikenakan dalam konser: "Freedom". (Frans Sartono)
Sumber : Kompas, Rabu, 6 April 2005
Jun 29, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment