Oleh : Meifita Dian Handayani
Bonsai merupakan salah satu komoditas tanaman yang tak pernah mati. Tanaman unik ini selalu menjadi buruan dan harganya relatif bertahan tinggi meski harga komoditas tanaman lain lebih sering naik turun seiring musim. Keindahan bonsai tak lepas dari peran para seniman pembentuk yang biasa disebut juga trainer.
Dalam seni keindahan bonsai, para trainer bonsai ibaratnya pemain di belakang layar. Dalam kontes-kontes bonsai, nama mereka sama sekali tak disebut sekali pun bonsai hasil karyanya menang. Yang maju ke depan lebih banyak para pemilik bonsai indah itu.
Tapi, di antara para pecinta bonsai, para trainer ini sudah tak asing lagi. Bahkan, profesi ini menjadi rebutan. Jumlah nya tak banyak, membuat para kolektor dan penjual bonsai biasanya rela mengeluarkan uang tidak sedikit buat mendatangkan trainer ini.
Salah satu trainer bonsai adalah Suharno. Omo, begitu ia biasa disapa, adalah salah satu trainer bonsai di Indramayu. Para pemilik bonsai di sekitar Indramayu Cirebon pasti mengenal Omo. Soalnya, sejak tahun 90-an, ia sudah bergelut di bidang ini.
Omo belajar tentang merawat bonsai secara otodidak. "Awalnya, saya tertarik cuma tertarik. Lama kelamaan belajar serius," katanya. Selain bermodal suka, menjadi perawat bonsai butuh ketelatenan sekaligus insting seni. "Pekerjaan ini rumit juga," tambahnya.
Jika semua bekal itu sudah dikuasai, dengan gunting khusus, kawat aneka ukuran, dan pisau di tangan, Omo bisa menyulap tanaman biasa jadi berkelas.
Dalam sehari, rata-rata Ono menggarap tiga bonsai. "Tapi, juga tergantung tingkat kesulitannya," katanya. la mendapat panggilan merawat bekal bonsai sampai bonsai dewasa dari para kolektor dan pedagang tanaman hias.
Dalam sehari, Omo bisa mendapat bayaran setidaknya Rp 250.000, sebagai ganti jasa merawat bonsai. "Standar masing-masing trainer berbeda, tergantung pengalaman dan jam terbang," katanya merendah.
Di Surabaya, ada Sutomo atau biasa dipanggil Tomo. Tomo mulai menggeluti dunia trainer bonsai sejak tahun 1988. Berbekal latihan dan berkali-kali gagal, Tomo kini sudah menjadi salah satu trainer bonsai langganan para kolektor bonsai di Jawa Timur sampai Bali. "Di Jawa timur, yang benar-benar ahli mungkin cuma belasan," katanya.
Pertama kali Tomo mengikuti kontes pada tahun 1995. Menang di kontes itu, namanya mulai diperhitungan dan ia kebanjiran pesanan. Prestasi demi prestasi diraihnya. Terakhir, tahun 2007, tujuh buah bonsai karya Tomo mendapat tempat di ASPAC, pameran bonsai tingkat Asia Pasific di Bali.
Soal berapa bayaran jasanya, Tomo enggan bicara. Tapi, ia memilih bayaran per hari. "Soalnya, ada juga model borongan," katanya. Bukan berarti pekerjaan ini tak ada risiko. "Saya pernah melakukan kesalahan," kata Tomo. Belajar dari kesalahan itu, ia menjadi lebih telaten dan halus memperlakukan bonsai.
Sumber : Kontan, Rabu, 5 November 2008
0 comments:
Post a Comment