May 30, 2009

Harry, Pengabdi Lingkungan dari Tomohon

Harry, Pengabdi Lingkungan dari Tomohon
Oleh : Dwi AS Setianingsih

Berawal dari keprihatinannya melihat kondisi gunung dan perbukitan di Tomohon, Sulawesi Utara, yang gundul karena pembalakan liar, Harry yang tercatat sebagai Petugas Penyuluh Reboisasi pada Dinas Kehutanan Sulawesi Utara pun terpanggil untuk melestarikan lingkungan dan usaha penghutanan kembali kawasan yang terancam kritis.

Mula-mula ia memperbanyak bibit pohon tanaman lokal. Tanaman lokal sengaja dipilih Harry karena, selain bibitnya mudah didapat, tanaman-tanaman lokal seperti nantu, aren, dan cempaka juga menghasilkan kayu yang bagus untuk pertukangan. Idenya adalah membuat persemaian yang kemudian hasilnya dibagi-bagikan gratis kepada masyarakat.

Pembagian gratis sengaja dilakukan agar upaya mengajak masyarakat mencintai dan menjaga kelestarian lingkungan mudah diterima. Apalagi, sebagai seorang penyuluh, jika dia sekadar bicara tanpa ada tindakan nyata atau setidaknya memberi contoh, pasti hal itu sulit diterima masyarakat.

"Ini saya lakukan agar mereka mau melaksanakan upaya pelestarian tanpa perlu membeli. Mereka harus menanam sendiri sehingga kerinduan menanam ada pada diri mereka," papar Harry.

Upaya itu diimbangi dengan menanamkan motivasi bagaimana masyarakat dapat lebih peka melihat kondisi lingkungan. Jika kondisi lingkungan yang buruk itu dibiarkan, hal itu akan membawa bencana pada masa yang akan datang.

Untuk tahap pertama, pada tahun 1985, Harry mencoba menanam 10.000 bibit nantu dan kayu manis. Bibit-bibit tanaman itu diperoleh Harry dari biji-bijian dan anakan tanaman dari hutan. Hampir setiap hari Harry keluar-masuk hutan.

Sisanya dibelinya di pasaran dengan harga yang saat itu masih sangat murah, sekitar Rp 500 per kantong. Lahan persemaian, selain berada di tanah milik keluarga Harry, ada di atas tanah milik orang lain yang sudah dibina mengenai teknis penanaman.

Kendati pada tahun-tahun awal perjuangan Harry ditentang dan dicemooh banyak orang, lambat laun orang mulai bisa menerima ide Harry tersebut.

Respons masyarakat pun berangsur positif kendati untuk itu laki-laki yang biasa disapa Erik ini harus berkali-kali keluar-masuk hutan agar mendapat bibit yang bagus dari pohon induknya. Dia juga harus berkali-kali gagal untuk mendapatkan teknik persemaian dan penanaman yang paling tepat.

Ini tidak hanya menyita tenaga, tetapi juga dana yang tak sedikit. Karena itu, tak jarang bapak tiga anak ini kesal karena bibit pohon yang dibagi-bagikan kepada masyarakat tidak kunjung ditanam kendati sudah sebulan diberikan.

Akan tetapi, semangatnya tak pernah surut untuk terus mengajak masyarakat mencintai dan melestarikan lingkungan. Harry melanjutkan proyek persemaian kedua tahun 1990. Jumlahnya jauh lebih banyak, 75.000 bibit, di lokasi yang lebih kurang sama.

Lebih dari itu, Harry sendiri juga melakukan penanaman. Tujuannya agar areal penanamannya bisa menjadi percontohan atau model bagi masyarakat.

Salah satu jenis tanaman yang dijadikan percontohan adalah aren. Selain berfungsi sebagai tanaman produksi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, aren juga berfungsi sebagai tanaman konservasi. Pemilihan jenis tanaman ini penting karena berkaitan dengan nilai tambah sehingga membuat masyarakat bersemangat menanam pohon.

"Saya melakukan pendekatan ekonomi kepada masyarakat karena tidak mudah menyosialisasikan ini kepada mereka. Saya katakan, daripada areal itu kritis; selain mengancam longsor, banjir, dan erosi, juga tidak punya nilai apa-apa. Berbeda jika ditanami; selain mempunyai nilai ekonomi, juga menjaga lingkungan dan mengantisipasi bencana. Ini bisa menjadi investasi di masa datang," papar Harry.

Bersama Yayasan Masarang, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup di Tomohon, Harry juga menghijaukan lahan di sekitar Masarang seluas 400 hektar. Masyarakat di sekitar Masarang pun mendapat bibit gratis. Sejumlah lokasi percontohan kini ada di perkebunan Rokrok, perkebunan Mandengan, dan perkebunan Pinaras. Masyarakat bisa langsung melihat manfaat penanaman pohon itu.

Tahun 1990 itu pula Harry mulai mengembangkan tanaman cempaka. Kayu cempaka, menurut Harry, cukup diminati di Tomohon dan Minahasa karena bagus untuk bahan ramuan rumah panggung dan harganya jauh lebih mahal ketimbang kayu lokal yang lain.

Terus berkampanye

Di tengah kesibukannya mengurus persemaian dan penanaman, Harry terus mengampanyekan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Harry juga aktif memberi pelatihan teknik budidaya atau penangkaran jenis tanaman, seperti cempaka dan aren, kepada kelompok tani, masyarakat, organisasi, serta perguruan tinggi.

Selain itu, ia juga membina sejumlah kelompok tani yang terus-menerus diberi penyuluhan, pelatihan, serta melakukan penanaman. Ia juga menggandeng kalangan pengusaha serta tokoh masyarakat Tomohon untuk melakukan upaya pelestarian dan penanaman pohon.

Kini, alumnus jurusan pertanian sebuah universitas swasta di Kota Tomohon itu melakoni kesibukannya sebagai penyuluh lapangan dan pencinta lingkungan hidup. Kecintaannya itu tak hanya ditularkan kepada sang istri, Cisca Pioh, tetapi juga kepada anak bungsunya, Flora Lestari. Sakit hatinya pada awal-awal perjuangan dulu kini terbayar melihat Tomohon kian hijau.

Sumber : Kompas, Sabtu, 21 Juli 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks