Dede Martino, Kesetiaan Mencipta
Oleh : Irma Tambunan
Kita kaya akan sumber daya alam, tetapi belum mampu menempatkan diri lebih maju dari bangsa lain. Pasalnya, banyak temuan teknologi yang tidak dimanfaatkan untuk mendobrak ketertinggalan. Padahal sampah, semak belukar, atau barang-barang rongsokan pun sebenarnya dapat diberdayagunakan.
Dede Martino (42) telah memulai upaya memanfaatkan kekayaan alam Indonesia sejak masa sekolah menengah pertama. Mata yang jeli dengan otak yang cepat berputar memampukan Dede mencipta lebih dari 50 karya teknologi. Sebagian besar adalah temuan dalam bidang pertanian.
Dede mengajak Kompas ke laboratoriumnya, yang lebih mirip gudang penyimpanan mesin-mesin. Kebutuhan alat-alat pendukung kegiatan penelitian, menurut dia, lebih penting ketimbang sebuah laboratorium kampus yang besar, tetapi peralatannya kurang memadai.
Di tempatnya tersedia hampir semua alat untuk menghasilkan karya penelitian. Sebagian alat dibelinya dari hasil penjualan produk temuan-temuan terdahulu. Sebagian lagi berasal dari gaji sebagai dosen Fakultas Pertanian di Universitas Jambi.
Mesin-mesin tersebut telah menghasilkan, salah satunya nozel. Teknologi irigasi sekaligus pembasmi hama ini, sejak ditemukan tahun 2004, telah terjual lebih dari 6.000 unit. Dari hasil penjualan itulah Dede dapat membeli sebuah mobil Hiline bekas dan membuat rumah yang bahan bangunannya dikumpulkan dengan mencicil selama bertahun-tahun.
Ciptaannya yang lain adalah detektor kandungan pupuk dan detektor pupuk organik. Alat ini bekerja dengan unik. Ketika dimasukkan ke dalam tanah, detektor akan mengeluarkan indikator bunyi. "Kalau suaranya pelan, itu artinya kandungan pupuk sangat sedikit atau malah tidak ada. Namun, kalau suaranya keras, bisa jadi tanah itu kelebihan pupuk," tuturnya.
Hasil temuan Dede bentuk-bentuknya relatif sederhana, tetapi memberi manfaat langsung bagi petani, terutama yang sungguh-sungguh ingin menerapkan pertanian organik. "Banyak petani yang bilang sawahnya organik, tapi apa buktinya?"
Detektor pupuk organik dapat mendeteksi apakah kandungan pupuk dalam tanah adalah organik atau tidak. Ke dalam tanah di pot bunga, ia masukkan detektor yang memiliki dua batang logam itu. Sesaat kemudian detektor itu berbunyi nyaring. "Nah, ini berarti kandungan pupuk kimia tanah di pot ini cukup tinggi," tuturnya.
Penelitian Dede cukup beragam sebab sudah dimulainya sejak masa sekolah menengah pertama. Dalam laboratorium mini berukuran 1 meter x 2 meter yang dibuatkan ayahnya, Dede dapat membuat telepon dari arang, motor listrik dari paku, dan turbin penghasil listrik.
Pada masa itu ia memang lebih menikmati berkutat dengan kesibukan penelitian ketimbang bermain-main di luar. Sang ayah pun tak sungkan membelikan peralatan atau buku-buku teknik untuknya.
Setamat S-2 Jurusan Agronomi, dengan kekhususan Ilmu Bioteknologi dari Universitas Andalas pada 1996, Dede lebih memfokuskan karya-karyanya pada teknologi bidang pertanian. Sebut saja karyanya, mulai dari penciptaan benih-benih organik, bioreaktor pembangkit pupuk cair organik, kompos luwing, pembasmi hama organik, serta teknologi penyiraman sekaligus pengusir hama. Ia juga menciptakan teknologi pengawet produk hasil panen, di antaranya lemari penyimpan sayur dan lumbung beras.
Mesin alam
Di samping rumah Dede, deretan empat drum fiber bercat hitam terpasang, menjadi sebuah mesin alam penghasil pupuk cair organik. Pupuk dinamainya "Jus Bumi", sedangkan mesinnya disebut bioreaktor pembangkit pupuk cair (BPPC). Jus Bumi dan bioreaktor menjadi produk-produk andalannya karena banyak diminati, termasuk kalangan rumah tangga.
Dede semula hanya bermaksud membuat mesin untuk tempat perbanyakan dan pemeliharaan bakteri secara sederhana. Bahan baku pupuk didapatnya dari lingkungan sekitar rumah. Pada tabung uji cobanya ternyata muncul kontaminan lain berupa jamur. Semua bahan baku tersebut dengan cepat berproses menjadi cairan.
Ia melihat cairan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi sampah organik. Maka, kegagalan uji coba inilah yang menjadi awal keberhasilan membuat peralatan pengolah sampah menjadi cairan organik yang dibutuhkan petani atau pemilik kebun.
Sampah terurai secara kontinu dari padat menjadi cairan organik. Prinsip kerjanya disebut metode pengomposan linier. Potensi senyawa organik terkandung di dalamnya, seperti serat, karbohidrat, protein, lemak, asam amino, hormon tumbuh, vitamin, dan unsur hara. Kandungan tersebut dapat menjalankan sistem biogeokimia dalam tanah sehingga mikrobia bersifat menyuburkan.
Menggunakan metode ini, bahan organik sepadat apa pun, seperti tulang ayam atau tulang sapi, tetap dapat hancur dan menjadi cair. Satu kilogram sampah organik rumah tangga dapat menghasilkan pupuk cair sebanyak satu liter.
Bioreaktor semula gagal ditampilkan pada Pameran Teknologi Balitbangda Jambi karena fakultas tempat dia mengajar di Universitas Jambi, tidak mengeluarkan izin untuk pameran. Akan tetapi, teknologi tersebut akhirnya malah menjuarai lomba teknologi tepat guna (TTG) se-Jambi dan dipamerkan pada Pameran TTG Tingkat Nasional tahun 2006 di Samarinda.
Dede menyadari, penghargaan terhadap hasil temuan para peneliti di Indonesia masih minim. Bahkan hasil-hasil penelitian tersebut banyak yang tak dimanfaatkan. Oleh karena itu, ia mencoba sendiri untuk menerobos pemasarannya.
Dede mendaftarkan Tekno Martino menjadi merek atas semua produk temuan. Tekno Martino juga diajarkan kepada para penyuluh pertanian. Setidaknya, setiap hari ia tularkan kemampuannya kepada sekitar 400 penyuluh se-Sumatera di Balai Pengembangan SDM Pertanian, Jambi. Dari upaya ini ia berharap produksi hasil pertanian dapat makin meningkat.
Bagaimanapun, kepuasan akan menjadi lebih terasa saat hasil-hasil temuan ini bermanfaat sepenuhnya dan memberi kesejahteraan bagi penciptanya.
Sumber : Kompas, Senin, 6 agustus 2007
May 31, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment