Thoersi, Bermakna Tanpa Harus Terlihat
Oleh : Edna C Pattisina
Dunia bisnis hiburan yang penuh citra itu tidak dibangun dengan keglamoran semata. Ada orang-orang yang berperan penting dalam menggerakkan dunia itu tanpa perlu tampil di bawah lampu sorot.
Thoersi Argeswara adalah salah satu "aktor" dunia perfilman Indonesia. Kehadirannya sebagai ilustrator musik film sangat terasa dalam memberikan suasana dari satu adegan ke adegan berikutnya.
Dia menjadi salah satu elemen penting untuk membentuk keseluruhan bangunan film. Walau tidak berada di depan kamera untuk dilihat publik, perannya sangat signifikan dalam membangun dunia citra itu sendiri.
Membuat ilustrasi musik adalah sesuatu yang jelas berbeda dibandingkan dengan saat seorang musisi membuat album. "Seorang ilustrator musik harus bisa memberi persepsi yang lain. Misalnya, pada adegan tembak- tembakan, lalu ilustrasi musiknya adalah lagu lama dan slow. Kan, efeknya pasti berbeda kalau adegan itu tak diberi ilustrasi musik apa pun. Suasana diam itu bisa berefek mencekam," kata suami psikolog Tika Bisono ini.
Dia lalu berkisah tentang bagaimana gambar yang masuk di kepalanya itu kemudian membuatnya bisa berproses untuk menggubah lagu. Baginya, pencapaian seorang ilustrator musik antara lain bisa dilihat dari jam terbang dan jenis film yang sudah ditangani.
Sebuah ilustrasi musik untuk film akan sangat berbeda "rasanya" dibandingkan kalau musik yang sama tersebut berdiri sendiri sebagai musik saja. Ada beberapa musik atau lagu tema dari film yang kemudian popularitasnya bisa melebihi atau setidaknya tak kalah dari filmnya.
Contohnya, ilustrasi musik dalam film Casablanca, Tootsie, Pretty Woman, atau pada film-film James Bond. "Penontonlah yang akan menilai, bagaimana efek dari musik film itu untuk ’rasa’ yang dia dapat dari keseluruhan bangun film tersebut," tutur Thoersi.
Jenis yang berbeda
Karya-karya ilustrasi film garapan Thoersi antara lain bisa dinikmati lewat film layar lebar seperti Kuldesak, Pasir Berbisik, Eliana Eliana, Gie, Sebatas Aku Mampu, Long Road To Heaven, dan Nagabonar Jadi 2. Rentang jenis film yang berbeda seperti itu, menuntut seorang ilustrator musik, bertujuan untuk memiliki referensi musikal yang luas.
Salah satu hal yang menarik dari profesinya, menurut Thoersi, adalah tidak boleh berpihak kepada jenis musik tertentu. "Kami harus lebih mementingkan apa yang terbaik buat film," kata penggemar blues dan klasik ini. Kecenderungan selera musik pribadi harus dilepaskan saat dia tengah menggarap ilustrasi musik untuk film.
Thoersi lalu bercerita, pekerjaan seorang ilustrator musik bisa dimulai sejak masa shooting berlangsung. Masa kerja itu bisa berkisar antara dua sampai tiga bulan lamanya. Saat mengisi ilustrasi musik untuk film Nagabonar Jadi 2, misalnya, ia diminta terlibat pada saat film itu telah memasuki tahap editing.
Menurut dia, semakin lama ia bisa berkecimpung dalam proses pembuatan film, akan makin terasah rasanya untuk membuat ilustrasi yang paling pas.
Ilustrasi musik juga digunakan dalam sinetron ataupun iklan lewat radio dan televisi. Thoersi, misalnya, membuat pula ilustrasi musik untuk beberapa iklan seperti Sampoerna Hijau (1999), McDonald’s Happy Meal (2003), Masako (2002), dan Kompas Lintas Generasi (2005). Sedangkan ilustrasi musik sinetron yang dikerjakannya antara lain Bukan Impian Semusim, Jendela Hati, dan Kata Manis Itu Cinta.
"Kalau ada tawaran menggarap ilustrasi musik sinetron, aku biasanya melihat dulu tema atau alur ceritanya. Kalau sejak awal sudah tidak sreg, lebih baik enggak aku terima. Karena, hasilnya pasti tidak akan maksimal," katanya.
Pengenalan terhadap "selera" sutradara juga merupakan hal yang mutlak bagi ilustrator musik. Sebab, sutradara juga punya peran penting untuk menyerasikan adegan demi adegan dengan ilustrasi musik yang melatarinya.
Justru menjadi hal yang tak membantu tugas ilustrator musik, bila sutradara (juga produser) sepenuhnya membebaskan dia membuat ilustrasi musik. Dia pun punya kebiasaan mendiskusikan jalinan cerita dan bagaimana pengungkapannya dalam bentuk gambar. Hal itu, kata Thoersi, memberi inspirasi untuk ilustrasi musik film tersebut.
Maka, ilustrator musik haruslah sangat fleksibel. Thoersi mengungkapkan, ilustrasi musik untuk film Nagabonar Jadi 2 adalah film pop pertamanya.
Belum biasa
Sejak remaja, Thoersi mengaku sudah berketetapan hati untuk menggeluti ilustrasi musik. Walaupun saat itu, sekitar pertengahan tahun 1987, menjadi ilustrator musik belumlah menjadi pilihan yang biasa bagi anak muda. Dia beruntung karena lahir dari keluarga seniman, sehingga orangtua pun bisa memahami keinginannya.
Dia mengaku tak bisa menghilangkan keinginan tersebut. Sebab, setiap kali dia melihat sebuah gambar yang terbayang adalah "kira-kira bagaimana, ya, ilustrasi musiknya yang pas".
Thoersi lalu belajar komposisi musik untuk film dan produksi video di California State University Northridge, AS. "Sebenarnya saya tak berbeda dengan musisi-musisi lain. Hanya saja, ketertarikan saya pada dunia film memang tinggi," ujar penggemar Kitaro, musisi dari Jepang.
Pertama kali Thoersi membuat ilustrasi musik untuk film Kuldesak (1998). Sejak itu, tawaran untuk membuat ilustrasi musik film-film yang lain pun mengalir. Sampai sekarang pun dia tetap bertekad untuk tetap pada bidangnya yang bermakna, tetapi tak terlihat itu.
Dari Keluarga Seniman
Wachdanya Thoersina Argeswara, itulah nama lengkap pria kelahiran Plaju, 1 Maret 1966 ini. Latar keluarganya seniman. Ibunya, Siti Koestinah, adalah penyanyi RRI yang pandai bermain piano, gitar, dan bas. Ayahnya, Pienandoro, seorang pemain seni gerak atau teater.
Dia belajar piano sejak kelas III SD. Pada usia 12 tahun, Thoersi mulai menulis musik instrumentalia. Sejak kecil, ia suka membayangkan gambar saat membuat musik. Dia mengaku tak pernah berpikir untuk berkecimpung dalam ilustrasi musik film. Namun, saat sepupunya, Sentot Sahid (sutradara dan editor film), minta bantuan, maka dimulailah perkenalan Thoersi dengan dunia film.
Ayah tiga anak ini penggemar blues dan jazz. Ia sempat bekerja sebagai pemain lepas piano selama kuliah di Amerika. Kini, berbagai penghargaan telah diraihnya, mulai dari Most Authentic Compositions pada 1993 dalam ajang California State University Summer Music Festival, sampai penghargaan sebagai Ilustrator Musik Terbaik Festival Film Indonesia tahun 2006 lewat Sebatas Aku Mampu.
Sumber : Kompas, Sabtu, 23 Juni 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment