Sutrisno, Kolang-kaling, dan Musang
Oleh : FX Puniman*
Apabila penyebaran tanaman aren (Arenga pinnata) hanya mengandalkan alam saja, penggemar kolang-kaling atau buah muda aren untuk dijadikan kolak, manisan, campuran es, sampai bahan campuran bajigur lambat laun bakal kesulitan mendapatkan buah berdaging kenyal itu. Demikian pula pembuat gula aren dan pembuat sagu aren akan kesulitan mendapat bahan baku.
Jumlah pohon aren di alam memang semakin berkurang karena banyak pohon sudah tua dan tidak produktif lagi, sedangkan upaya peremajaan belum maksimal. Sementara itu, eksploitasi pohon aren untuk diambil tepung sagunya justru semakin meluas.
"Selama ini penyebaran aren dilakukan musang. Baru tahun 1990-an, staf peneliti Kebun Raya Bogor mulai menggagas perbanyakan aren. Kini kami mampu mulai mengambil alih peran musang dan saat ini menunggu produksi perdana pohon aren hasil semaian yang kami lakukan, kata Kepala Subbidang Reintroduksi Tumbuhan Langka pada Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB) Ir Sutrisno.
Menurut Koordinator Pengembangan Budidaya Tanaman Aren di Kabupaten Sumedang tahun 1999-2003 ini, pohon aren mulai berproduksi sekitar 10 tahun, sedangkan semaian tim di daerah Sumedang baru berusia sekitar lima tahun.
Musang, yang dikenal sebagai binatang malam, besar perannya dalam mengembangkan tanaman aren. Binatang yang paling diburu warga kampung ini paling suka memakan buah aren masak berwarna kuning kecoklatan yang jatuh dari pohon. Buah mudanya, yakni kolang-kaling, dimakan oleh pemburu musang.
Biji buah aren yang tidak hancur kemudian terbawa keluar bersama kotoran musang. Biji itu lalu mudah berkecambah dan tumbuh liar menjadi tanaman aren yang potensial secara ekonomi karena hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, mulai dari akar, batang, daun, nira, buah, dan ijuk.
Sejak tahun 1990-an, sejumlah peneliti di KRB ada yang mencoba mengambil alih peran musang. Adalah Ir Holif Imamudin (kini Kepala Kebun Raya Cibodas, Pacet, Kabupaten Cianjur) yang menjadi penggagas kegiatan, disusul Darwandi yang merintis pengembangan budidaya aren di daerah Sumedang yang merupakan salah satu sentra tumbuhan aren di Jawa Barat.
Kemudian Sutrisno ditunjuk sebagai Koordinator Pengembangan Budidaya Tanaman Aren di Kabupaten Sumedang. Sutrisno bersama Holif Imamudin dan Darwandi pada tahun 1999 mulai mengembangkan aren dengan biji, bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sumedang.
Hasil lebih baik
Sutrisno, kelahiran Gunung Kidul, Yogyakarta, tahun 1962, menyelesaikan studinya di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Faperta IPB) tahun 1986 dan menyelesaikan studi S2-nya tahun 2002 di IPB. Sejak tahun 1999 sampai 2003, Sutrisno bersama teman-temannya telah menyemaikan 60.000 bibit aren di daerah Sumedang.
Sutrisno mengutarakan, perbanyakan aren melalui biji sebelumnya pernah dilakukan oleh pihak kehutanan dan lembaga swadaya masyarakat. "Sayang, hasilnya belum memuaskan. Kadang hasilnya bagus dan kadang jelek, konsistensi hasilnya kurang," ungkapnya.
Dari hasil penelitiannya, biji yang disemai dari biji jatuhan hasilnya kurang baik. Tim kemudian mengambil biji berkualitas yang masih di atas pohon dengan cara memangkas tandan buah, lalu dipilih buah yang masak. Dari satu tandan yang berisi 300-500 buah, hanya dipilih sekitar 75 persen yang bagus.
"Musang," demikian Sutrisno, "paling banyak memakan buah aren sekitar 10-15 buah setiap kali makan."
Namun, sejauh ini belum diketahui kecepatan tumbuh penyemaian antara yang dilakukan oleh musang dan oleh para peneliti KRB di Sumedang. Ini karena belum diperoleh data akurat hasil "penyemaian" yang dilakukan musang sejak dikeluarkan sebagai kotoran sampai menjadi biji berkecambah.
Meskipun demikian, kualitas penyemaian aren yang dilakukan musang dapat diimbangi Sutrisno dan kawan-kawan, bahkan dapat diungguli. Dari segi jumlah penyemaian, aren musang dapat dipastikan tak bisa menandingi Sutrisno dan kawan-kawan sebab penyemaian yang dilakukan Sutrisno dan kawan-kawan jumlahnya bisa sampai 15.000 setahun. Bahkan, para peneliti KRB telah menemukan teknik perkecambahan biji aren yang mudah dan murah.
Dari Sumedang, proyek penyemaian dilanjutkan ke Tasikmalaya. Di daerah ini telah disemai 12.000-an bibit aren. Sementara itu, untuk menghapus anggapan tentang sulitnya budidaya aren, sejak tahun 2003 KRB telah menerbitkan buku yang disusun oleh Sutrisno, Mujahidin, Dian Latifah, Tri Handayani, dan Izu Andri Fijridianto.
Buku ini berisi petunjuk praktis budidaya aren, manfaat produk aren, teknik pemanenan hasil, penanganan pascapanen, dan analisis usahanya.
*FX Puniman Wartawan, Tinggal di Bogor
Sumber : Kompas, Kamis, 27 Juli 2006
Jun 16, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment