Jun 8, 2009

Bondan Haryo Winarno : Bondan yang "Mak Nyuuss"!

Bondan yang "Mak Nyuuss"!
Oleh : Ninok Leksono

"Your body is your temple." Inilah jawaban Bondan Haryo Winarno ketika ditanya tentang kiat makan enak, tetapi kolesterol tetap terjaga.

Bertutur dengan Bondan, mau tak mau orang perlu fokus, mengingat ragam pengetahuan dan pengalamannya amat kaya.

Kini memang ia tak terikat dengan perusahaan atau lembaga tertentu setelah tahun 2004 memutuskan pensiun dini. Tetapi, aktivitasnya masih amat banyak: sebagai konsultan komunikasi sejumlah perusahaan, kolumnis lepas media lokal dan regional, presenter acara televisi untuk kuliner tradisional, dan "kepala suku" Komunitas Jalansutra.

Yang terakhir ini justru memberi Bondan identitas lebih khas dan populer dibandingkan dengan sederet atribut yang pernah menempel sebelum ini, sebut misalnya pemimpin redaksi, direktur, dan external affairs officer.

Semua seperti mengalir pada Bondan, yang setelah sempat kuliah di Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro, Semarang, lalu mengikuti berbagai kursus dan pelatihan, seperti periklanan, pemasaran, manajemen, keuangan, jurnalisme, penerbitan, dan produksi film di dalam maupun di luar negeri.

Jalansutra

Dunia komunikasi dan manajemen mungkin terus menarik bagi Bondan, tetapi sejak tahun 2000 urusan wisata dan kulinerlah yang banyak digeluti Bondan.

Ia menemukan hal dahsyat dalam kuliner. Pertama-tama karena kuliner langsung dapat dinikmati. "Itu karena saya bersikap terbuka terhadap makanan. Saya tidak punya prasangka terhadap makanan dan selalu ingin mencicipi," tuturnya melalui surat elektronik, Sabtu (20/1). Dan tampaknya, semua yang ia cicipi, mak nyuuss!, saking enaknya.

Menurut Bondan, sejak enam tahun terakhir ia mendapat penyadaran, makanan (kuliner) adalah bagian sangat penting dari budaya.

"Dalam semua rite de passage (ritual pelintasan), selalu ada makanan bermakna khusus, bukan?" Dan itu menurut Bondan ada pada semua budaya. Misalnya, orang Tionghoa merayakan ulang tahun dengan mi, orang Amerika merayakan Thanksgiving dengan kalkun panggang, dan orang Jawa selamatan dengan tumpeng.

Jalansutra berawal dari kolom yang ditulis Bondan di situs Kompas Cyber Media mulai tahun 2000. Menurut Bondan, Jalansutra ditulis dalam satu kata, berbeda dengan Jalan Sutra yang merupakan terjemahan The Silk Road.

"Ingat Kamasutra? Itu berarti sutra (kawruh, pengetahuan) tentang kama (seks dan reproduksi manusia). Nah, Jalansutra itu artinya kawruh tentang jalan-jalan gitu loh."

Sambutan atas kolom Jalansutra (JS) ternyata luar biasa. Setiap hari selalu saja ada surat elektronik yang menanggapi, menjadikan itu sebagai tulisannya yang paling menghasilkan interaksi. Dari kolom itu lalu lahir Forum JS melalui milis yang dirintis Wasis Gunarto pada Maret 2003.

Sebagaimana pada komunitas lain, Forum JS berkembang, disertai temu darat, yang lalu dinamai Kumpulsutra, yang artinya "pergi bareng ke satu tempat makan, mencicipi, lalu menulis review". Selain itu, masih ada Sambutsutra untuk menyambut anggota dari luar negeri yang berkunjung ke Indonesia. Masih ada juga kegiatan Wisata Kuliner yang sering harus diulang karena banyaknya peminat.

Akhirnya, dari sekadar forum melalui milis, paguyuban ini benar-benar berkembang menjadi komunitas, kini dengan anggota hampir 8.000 orang tersebar di seluruh dunia. Menurut Bondan, yang lebih penting bukan sebaran geografisnya, tetapi sebaran sosio-ekonominya.

Di dalam komunitas ini ada remaja, mahasiswa, dan wartawan senior berusia hampir 90 tahun yang bermukim di Houston, AS. Dari segi agama, anggota juga amat beragam, demikian pula suku bangsa dan segmentasi ekonomi. Keragaman itu lalu membuat diskusi di forum amat hidup dan saling memperkaya.

Tentang kuliner Nusantara, Bondan merasa sedih karena ia melihat hal itu tidak ada yang ngurusin. Akibatnya, sejumlah pusaka kuliner Nusantara punah.

Pemerintah tidak pernah menjadikan makanan sebagai kekuatan ekonomi, sementara Thailand punya program seperti Thai Kitchen to the World. Program ini berdampak pada kenaikan jumlah turis ke Thailand. Atas dasar ini, salah satu obsesi Bondan adalah membuat masyarakat demam makanan daerah.

Rutin detoks

Sebagai orang yang mendapat kesempatan mencicipi aneka masakan, Bondan yang gemar masakan padang (karena waktu kecil tinggal di Padang) mau tak mau perlu menjaga kesehatan diri. Tahu apa yang dimakan merupakan prinsip utama dan ini diwujudkan dengan memuliakan raga yang dititipkan Tuhan melalui makanan dan minuman yang diasupkan ke raga. "Yang tidak wholesome (sehat) jangan dimakan/minum."

Bondan sendiri tidak memantang satu hidangan, tetapi ia amat memerhatikan jumlah yang ia makan. Dengan mengetahui RDA (Recommended Daily Allowance), ia bisa menakar berapa banyak steak atau udang yang bisa ia santap.

Selain itu, dia tidak menyantap menu enak setiap hari dan juga melakukan detoks (dari detoksifikasi, pembuangan racun), setiap enam bulan sekali kontrol darah. Ia menyadari, ketika usia sudah menjelang 57 tahun—Bondan lahir di Surabaya, 29 April 1950—raga dan metabolisme sudah tak sebagus seperti usia 20-an tahun.

Dengan kawruh dan pengalaman banyak di bidang kuliner, Bondan merasa sudah mencapai puncak dan ingin mendaki gunung lain, lebih-lebih ketika di gunung ini sudah bermunculan penulis dan komentator andal.

Tak takut kehilangan hidangan enak? Istrinya, Yvonne, memang hanya suka masak tom yam kung, tetapi di rumahnya ada juru masak pintar sehingga urusan masak bagi tiga anak (Marisol, Eliseo, dan Gwendoline), dan enam cucu kalau lagi kumpul, aman.

Sumber : Kompas, Rabu, 24 Januari 2007

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks