Jun 18, 2009

Agustina Listiawati : BErpacu dengan Pembabatan Hutan

Berpacu dengan Pembabatan Hutan
Oleh : Haryo Damardono

"Anggrek yang kami lihat dan potret minggu lalu, belum tentu ada lagi di alam pada minggu ini, sebab laju pembabatan hutan sangat cepat. Kami harus berpacu dengan kecepatan para pembabat hutan," ungkap Chairani Siregar, salah seorang trio peneliti anggrek dari Kalimantan Barat, .

Trio itu adalah Chairani Siregar (57), Agustina Listiawati (43), dan Purwaningsih (47). Sebagai ilmuwan dan pencinta anggrek, tiga perempuan ini aktif meneliti dan juga menulis anggrek spesies alam maupun hibrida dari Kalimantan Barat.

Buku yang mereka susun diluncurkan di Pontianak, Kalimantan Barat, awal Mei silam. Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Gubernur Kalbar Usman Jaffar menandatangani peluncuran buku itu.

Buku yang mengulas 193 spesies anggrek yang berada di Kalbar itu merupakan yang pertama tentang anggrek Kalimantan Barat, menyusul buku anggrek dari Kalimantan Timur, dan buku anggrek yang diterbitkan pencinta anggrek di Jakarta.

Optimisme menerbitkan volume selanjutnya didasarkan pada anggrek Kalimantan Barat yang jumlahnya 2.500-3.000 spesies. Jika semua diulas, dapat menghasilkan puluhan buku anggrek.

Lagi pula, selama Musyarawah Nasional Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) X, bertepatan dengan usia ke-50 PAI, buku buah karya trio peneliti anggrek Kalbar tersebut hampir ludes, yang jadi tanda kerinduan pencinta anggrek terhadap buku anggrek dari Indonesia.

Menurut Purwaningsih, mereka harus pontang-panting menyusun karya tersebut, terutama karena diburu cepatnya perusakan hutan. Dia mencontohkan kerusakan hutan di Mandor (Kabupaten Landak) dan Ambawang (Kabupaten Pontianak) yang menyebabkan anggrek alam yang didokumentasikan kini telah menghilang.

Berawal hobi

Ketiganya mengaku menekuni anggrek, semua berawal dari hobi belaka. Hanya saja bekal mereka mumpuni.

Trio ini menuntaskan pendidikan hingga S2. Chairani Siregar memperoleh master dari University of Kentucky, Lexington, Amerika (1983); Agustina master bidang Agronomi dari Universitas Gadjah Mada (2002); sedangkan Purwaningsih master bidang Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor (1999).

Selain mengajar di Universitas Tanjung Pura (Untan), hari-hari mereka dilalui di laboratorium Penelitian dan Pengembangan Untan untuk meneliti anggrek spesies dan hibrida. Mereka juga menanam anggrek di rumah sebagai tanaman penghias dan penawar kepenatan kerja.

"Setelah terbiasa bekerja sama di laboratorium, sejak tahun 2002 kami bersama-sama meneliti anggrek di alam. Mengumpulkan sampel anggrek, terkadang membudidayakannya," papar Chairani Siregar.

Proses penyusunan buku dimulai dengan memotret anggrek, lalu diidentifikasi dengan literatur, kemudian dibuat catatan-catatan berupa laporan. Laporan inilah yang menjadi cikal bakal buku anggrek Kalbar.

Literatur karya botanis Belanda yang lebih dulu meneliti di Kalbar (antara tahun 1700 hingga 1800-an), buku-buku anggrek dari Inggris, dan buku anggrek dari Sabah, menjadi referensi awal. Chairani Siregar menyebutkan, banyak jenis anggrek dalam referensi itu yang tidak lagi ditemukan di alam.

Pengidentifikasian anggrek dari alam semakin serius dilakukan, ketika Pemerintah Kabupaten Sambas setuju mengucurkan dana untuk meneliti keberadaan anggrek alam di kabupaten tersebut tahun 2004, yang dilakukan di Kecamatan Sajingan, perbatasan Kalbar-Serawak.

"Setelah beberapa kali meneliti anggrek di alam, kami terkejut menyaksikan porak porandanya hutan kita yang mengancam kelestarian anggrek. Karena itu, kami berinisiatif untuk membuat buku," ujar Purwaningsih menambahkan.

Agar kelak bisa menjadi warisan untuk anak-cucu merupakan tujuan penulisan buku anggrek ini. Konsekuensinya, dana pribadi harus dikeluarkan.

"Kami tidak ingin terlambat lagi, sebagaimana kehancuran taman anggrek di Cagar Alam Mandor akibat penambangan emas liar. Padahal, dulunya Cagar Alam Mandor seluas 1.975 hektar adalah surga anggrek," ungkap Agustina.

Beberapa anggrek endemik Kalbar yang tercatat dalam buku ini, di antaranya, Dyakia hendersoniana, Dendrobium singkawangense, Dendrobium hallieri, Paraphalaenopsis denevei, dan Paraphalaenopsis serpentilingua (anggrek ekor tikus).

Di pedagang

Beberapa jenis anggrek sulit ditemukan di alam, tetapi justru hanya dapat diidentifikasi saat berada di pedagang. Anggrek langka Kalbar yang dijual pedagang Serawak pun kadang hanya diambil fotonya tanpa dibeli karena harganya yang mahal.

Tanaman khas Kalbar anggrek gigantea bahkan dijumpai pada pedagang anggrek Serawak-Malaysia. Purwaningsih menuturkan, warga Sanggau mengaku menjual gigantea ke Serawak sejak tahun 1980-an. Harga satu pot anggrek jenis itu mencapai sekitar Rp 1 juta di Serawak.

Perbatasan Kalbar-Serawak, sepanjang 800 km, dipandang Chairani Siregar sebagai faktor yang mempermudah penyelundupan anggrek ke Serawak-Malaysia sehingga mempercepat proses kepunahan anggrek Kalbar. Apalagi, terdapat puluhan "jalan tikus" yang mempermudah penyelundupan.

"Masyarakat perbatasan memang mempunyai taraf kehidupan rendah sehingga anggrek pun diselundupkan. Mereka bahkan menjual anggrek bukan dalam satuan, melainkan karungan," tutur Agustina.

Purwaningsih menyebutkan, di Pos Imigrasi Tebeduk-Serawak (Malaysia) terpampang poster anggrek yang dilarang untuk diperdagangkan. Tetapi, sebaliknya di Pos Imigrasi Entikong- Kalbar peringatan semacam itu justru tidak ada. Pantaslah bila perdagangan ilegal anggrek dari Kalbar terus terjadi.

"Kami mengakui sosialisasi tentang kekayaan alam, berupa anggrek, belum dilakukan. Kami khawatir, bila masyarakat pedesaan tahu tentang nilai riil anggrek, maka seluruh anggrek di alam akan dicabuti. Ini dilema pula," ujar Purwaningsih.

Fotografer Sugeng Hendratno menyebutkan, ada penggemar anggrek dari Jakarta yang menanyakan volume 2 Buku Anggrek Khas Kalbar. Tentu saja, buku itu belum terbit. Trio peneliti anggrek Kalbar masih harus pontang-panting, sebelum hutan Kalbar benar-benar raib.…

Sumber : Kompas, Senin, 22 Mei 2006

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks