Martha, di Balik Pemain Afrika
Oleh : Tiur Santi Oktavia dan Gatot Widakdo
Kerja keras dan belajar sungguh-sungguh, maka semua impian akan dicapai. Gagal dalam usaha bukan akhir segalanya, karena masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan. Falsafah tersebut dipegang Martha D Silalahi (25) untuk meraih sukses menjadi agen pemain sepak bola asing asal Afrika pada Liga Indonesia.
Martha tak mengenal lingkungan sepak bola. Dia mengaku bukan penggemar olahraga yang digandrungi masyarakat dunia itu. Namun, dengan bekal keuletan dan kerja keras, dia bisa memanfaatkan peluang dan mendapatkan penghasilan lumayan dari olahraga ini.
Setidaknya sudah 15 pemain Liberia dia boyong ke Indonesia. Tak hanya pada klub Divisi I, mereka juga bermain dalam klub Divisi Utama. Sebut saja Alex Tito yang pernah bermain di Persija Jakarta. Pemain lain adalah Christopher Wreh kini di Perseman Manokwari dan Trokon Bernard yang merumput di klub Semen Padang.
Sebagai agen, Martha berhak mendapatkan bayaran 10 persen dari kontrak setiap pemain yang dipinang klub Indonesia. Kata dia, pemain itu rata-rata dihargai Rp 400 juta sampai Rp 500 juta per tahun.
Sebelum terjun dalam bisnis ini, Martha lebih sering bekerja di belakang meja pada perusahaan asuransi di Jakarta Barat. Pekerjaan sebagai manajer pemasaran perusahaan itu dilakoninya sambil kuliah di Akademi Sekretaris Manajemen Indonesia, Jakarta.
Bosan dengan pekerjaan yang rutin selama dua tahun, Martha tertantang untuk menjalani bisnis yang berbeda. "Saya punya mimpi. Mimpi itu tidak akan tercapai dalam waktu pendek kalau saya hanya kerja di belakang meja," tuturnya.
Saat masih bekerja di asuransi pun sebenarnya Martha sudah punya usaha rumah produksi yang digarap bareng teman-teman. Akan tetapi, usaha itu belum cukup memberi kepuasan. Sampai suatu ketika dia bertemu seseorang pada suatu acara. Di situlah dia berkenalan dengan bisnis agen pemain sepak bola.
"Awalnya saya hanya melihat bisnis itu sebagai peluang usaha. Namun, setelah saya pikir-pikir kenapa tidak dijalani, toh jarang ada perempuan yang menjadi agen pemain," tutur Martha tentang awal bisnisnya sebagai agen pemain asing.
Jiwa wirausaha juga yang mendorong perempuan ini untuk mengambil peluang usaha dan banting setir menjadi agen pemain asing. Meski sempat ditentang orangtua, dia tetap memilih berhenti dari perusahaan asuransi pada 2002. Katanya, semangat berwirausaha itu diwarisi dari sang mama, ibu rumah tangga yang membuka toko sembako dan usaha angkutan.
Permulaan yang sulit
Memulai lembaran karier sebagai agen pemain sepak bola dirasakannya sangat sulit. Penyebabnya, pengetahuan Martha tentang sepak bola nol besar. Sadar akan itu, Martha pun membaca buku dan melahap semua informasi mengenai berbagai hal yang terkait dengan sepak bola. Dia rajin searching lewat internet.
"Kegiatan ini masih saya lakukan sampai sekarang," ujarnya saat wawancara di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Keberuntungan berpihak kepadanya. Teman yang dikenalnya pada acara dulu ternyata punya akses cukup baik pada federasi sepak bola Liberia. Dari sini bisnis dimulai.
Tahun 2003 Martha menggandeng temannya sebagai mitra kerja, lalu merekrut satu orang pemandu bakat pemain. Dia memakai bendera perusahaan Martha Sport and Management.
Bersama mitranya, Martha mulai menjajaki pencarian pemain. Meski nama-nama pemain yang diincar sudah didapat, bukan perkara mudah meyakinkan mereka untuk bergabung. Martha pun harus merasakan yang namanya penolakan dari beberapa pemain.
"Awalnya saya sempat stres karena bisnis ini ternyata tidak mudah seperti yang saya bayangkan. Sampai suatu hari saya mendapatkan buku tentang mengatasi rasa penolakan. Dari buku itu banyak pelajaran yang saya ambil," tuturnya.
Jaringan usaha
Ia melanjutkan usaha dengan memperluas jaringan di Liberia. Beberapa klub lokal dia dekati dengan lebih intensif. Alhasil, beberapa pemain direkrut dan bersedia berada di bawah keagenan Martha.
Sambil menjalankan bisnis, ia terus mempertajam pengetahuan, termasuk mengikuti beberapa seminar yang terkait dengan sepak bola. Martha juga ikut pertemuan khusus komunitas Soccer Management World Wide di London, Inggris.
Dari forum itu, dia mendapat banyak pengetahuan, terutama soal bisnis agen pemain. Ternyata, untuk menjadi agen pemain ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Selain mesti memiliki konsultan hukum, ia juga harus mempunyai konsultan keuangan. Dua syarat itu adalah standar seorang agen.
Seorang agen juga dituntut membimbing pemain dan membantu mereka menghadapi persoalan yang terjadi dengan klub atau pihak lain. Mengurus pemain asing bukan persoalan sepele. Selain harus mengenalkan iklim sepak bola Indonesia dan kebudayaan setempat, soal makanan pun harus dibiasakan kepada mereka.
Untuk adaptasi, Martha selalu mendatangkan pemain dua bulan lebih awal sebelum penandatanganan kontrak. Para pemain diberi kesempatan berlatih di stadion yang khusus dia sewa. Ia juga sering menemani para pemain menyaksikan langsung pertandingan di stadion. Ini untuk mengenalkan sepak bola Indonesia.
"Soal adaptasi makanan, untungnya saya punya resep mujarab. Begitu pemain datang ke Indonesia, mereka saya biasakan makan masakan padang. Alasannya sederhana, masakan padang gampang dicari," ujarnya.
Tentang kebudayaan Indonesia, Martha selalu mengingatkan pemain seputar pergaulan dan adat istiadat yang berlaku. Dia punya pengalaman pahit harus berurusan dengan polisi dan pihak imigrasi gara-gara pemainnya terjaring razia di tempat hiburan saat bulan puasa.
Menurut Martha, sangat penting interaksi kontinu antara agen dan pemain. Fondasi hubungan itu adalah kepercayaan. "Makanya, pemain-pemain tetap menaruh hormat dan menghargai saya," ungkap lajang ini.
Hal itu pula yang membuat dia bertahan dalam bisnis ini. Tahun 2006 dia mendapatkan legal perusahaan dengan nama PT Cipta Jaringan Olahraga Profesional Indonesia, yang lalu disebut PT Marta Cijopi. Pada tahun itu pula ia mengembangkan usaha dan menggarap bisnis konsultan akuntansi finansial serta konsultan pemasaran dan hubungan publik.
Rencananya, tahun ini ia mau ikut tes untuk mendapatkan lisensi keagenan internasional yang diselenggarakan federasi sepak bola internasional, FIFA. Berbekal lisensi itu, Martha berniat menggarap pasar pemain Asia dan Eropa, terutama Jepang, Korea, dan Belanda.
Sumber : Kompas, Senin, 16 Juli 2007
May 30, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment