Joko Sriyanto, Kuli Bangunan Jadi Juragan Batako
Oleh : Dessy Rosalina
Joko Sriyanto benar-benar beruntung. Keputusannya menekuni bisnis membuat batako telah mengubah hidupnya. Kini, ia menjadi seorang pengusaha sukses dengan omzet miliaran rupiah per tahun. Namun, sebelum sukses menjadi juragan batako, Joko pernah mengalami lika-liku hidup, termasuk menjadi kuli bangunan.
Menjadi pengusaha sukses adalah impian banyak orang. Namun, tak banyak orang yang berani mencapainya tanpa modal yang memadai. Banyak orang beranggapan, untuk menjadi pengusaha sukses harus punya modal besar. Namun, Joko Sriyanto telah mematahkan anggapan itu.
Bagi Joko, modal paling penting adalah kemauan dan keberanian menghadapi risiko. Kedengaran klise, tapi Joko rnembuktikan itulah yang membuatnya berhasil menjadi pengusaha batako dengan omzet miliaran.
Lelaki yang tahun ini berusia 40 tahun cuma lulusan STM. Tapi, kini ia telah menjadi pengusaha sukses yang bisa mengurus bisnis atau sekadar jalan-jalan dengan mengendarai Mercedes-Benz bernomor J 0 KO. "Kemarin saya juga barusan naik haji," tuturnya. Joko yang dulu hidup di rumah berukuran 2 x 6 meter selama 10 tahun, kini tinggal di rumah megah yang berdiri di atas tanah seluas 6.000 m2.
Ya, Joko yang dulunya hidup pas-pasan dan sempat menjadi kuli bangunan kini telah mejadi juragan batako besar dari Sleman. Lewat UD Marga Jaya yang dia dirikan tahun 1999, Joko kini meraup omzet Rp 2 miliar setahun.
Sejumlah perusahaan kontraktor perumahan swasta di Semarang, Tegal, Yogyakarta, dan Solo kini tercatat sebagai pelanggan tetap Joko. Selain itu, Joko juga memiliki 14 truk pengangkut batako dan memiliki sekitar 120 pekerja.
Menurut Joko, semua kesuksesan itu adalah buah kerja keras dan keberuntungan. Ia mengaku tak punya warisan, kecerdasannya pun biasa saja. Semasa sekolah ia bukanlah murid pintar. "Nilai saya jelek terus," tuturnya tersipu.
Joko mengenal usaha batako secara tak sengaja. Pada 1987, Joko muda bekerja di sebuah bengkel mobil di Jakarta. Setelah beberapa bulan bekerja, ia tak kunjung mendapat upah.
Menyadari diperlakukan semena-mena oleh majikannya, Joko pun minggat. Ia menerima pekerjaan serabutan sekadar untuk bertahan hidup. Apalagi, ia butuh duit buat biaya pulang kampung.
Peluang kerja yang terbuka baginya saat itu adalah menjadi kuli bangunan. "Saya butuh duit, jadi saya terima pekerjaan kasar itu," kenang Joko. Tapi, siapa sangka justru dari pekerjaan kasar itulah pintu keberuntungan Joko mulai terbuka.
---
Kontan, Kamis, 26 Februari 2009
Joko membangun bisnisnya dengan modal hanya Rp 350.000, hasil sumbangan pernikahannya. Meski tidak pernah mengecap sekolah hingga perguruan tinggi, Joko selalu memunculkan ide kreatif. Salah satunya adalah menguji batako buatannya ke laboratorium UGM untuk mendapatkan sertifikat.
Selepas empat bulan bekerja sebagai kuli bangunan, Joko pun memutuskan pulang ke kampung halamannya di Sleman. Di sana ia bekerja di usaha bangunan milik sang kakak.
Didorong keinginan kuat untuk mandiri, Joko memutuskan membuka usaha sendiri. Dengan modal awal sebesar Rp 350.000 dari hasil dari sumbangan pernikahannya, suami Istuti Ening Setiawati ini memutuskan membuka bisnis sendiri.
Joko menggunakan modal sebesar itu untuk membeli 100 sak semen yang bisa menghasilkan 400 bis beton. "Untuk cetakan, saya pinjam dari kakak," ujarnya sembari tersenyum. Dari penjualan 400 batako, Joko berhasil mendapatkan Rp 1,2 juta. Uang tersebut langsung ia putar kembali untuk membeli semen dan pasir yang merupakan bahan baku bis beton.
Setiap hari bis beton bikinan Joko selalu habis dibeli pelanggan. Hal ini karena kualitas bis beton bikinan Joko bagus. "Bahkan belum sempat kering, orang sudah antre beli bis beton," ujarnya sembari terkekeh.
Selain karena kualitasnya yang bagus, pelanggan menyukai bis beton buatan Joko, terutama karena Joko bersedia memberikan utangan bagi pembelinya.
Tanggapan pasar yang begitu hangat memacu Joko makin serius mengembangkan usahanya. la merekrut sejumlah orang di desanya untuk membantu proses produksi. Karena usahanya belum stabil, ia menambah pekerjanya secara bertahap.
Produk Joko pun terus berkembang, tidak lagi hanya bis beton. "Saya juga memproduksi tegel dan batako," ujar Joko.
Ekspansi produk Joko ini juga sukses. Pesanan tegel miliknya mengalir kencang. Maklum saja, waktu itu di Sleman sedang gencar-gencarnya orang melakukan pembangunan proyek rumah sederhana. Kini, selain bis beton, tegel, dan batako, Joko juga memproduksi paving block dan semen curah.
Tak banyak yang tahu, usaha Joko membangun bisnisnya hanya berdasarkan pengalaman, bukan berdasarkan ilmu sekolah. Meski begitu, Joko cukup cerdas dengan menguji kualitas produknya ke laboratorium di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Alasannya simpel saja, biasanya orang akan lebih percaya kalau sebuah produk memiliki sertifikat.Sumber : Kontan, Rabu, 25 Februari 2009
2 comments:
kampung halaman nya di klaten, Jateng
silahkan kunjungi website resmi yang bersangkutan di http://marga-jaya.com
Post a Comment