Jun 1, 2009

Adnan Amal dan Negeri Mitos Al Mulk

Adnan Amal dan Negeri Mitos Al Mulk
Oleh : Agung Setyahadi

Sorot mata Muhammad Adnan Amal (77) masih membara. Daya hidup yang kuat itu kontras dengan lipatan-lipatan kulit wajahnya yang dimakan usia. Semangat itu mengantar lahirnya buku Kepulauan Rempah Rempah yang membongkar mitos-mitos sejarah Al Mulk, negeri para raja.

Al Mulk adalah sebutan para saudagar Arab untuk Moluku Kie Raha alias Maluku Utara. Kepulauan rempah-rempah yang dulu dikuasai oleh raja-raja. Maluku Utara pernah menjadi tujuan pelayaran bangsa Eropa pada abad ke-15 dan abad ke-16. Mereka mencari sumber rempah-rempah. Bangsa China menemukan Maluku Utara lebih dahulu. Ini dibuktikan dengan peta pelayaran bertahun 1421-1423.

Perjalanan sejarah Maluku Utara relatif tidak banyak dikenal, khususnya sebelum abad ke-15. Masyarakat Maluku Utara sendiri pun tidak banyak mengenalnya, apalagi generasi muda. Fakta sejarah juga semakin mengalami distorsi dengan menguatnya mitos-mitos di kalangan masyarakat. Di tengah budaya tutur, mitos-mitos lebih menonjol dan fakta sejarah Maluku Utara pun semakin gelap.

Adnan mencontohkan, masyarakat Maluku Utara memercayai raja mereka adalah keturunan putri kayangan yang menikah dengan pemuda Arab. Ada juga sebagian masyarakat yang meyakini raja menetas dari telur naga yang hidup di tengah laut.

"Maluku Utara ini negeri mitos. Alur sejarah Maluku Utara pun didominasi mitos-mitos seperti itu," ujar mantan hakim ini.

Berbagai mitos sejarah di Maluku Utara itulah yang kemudian dibongkar oleh Adnan di dalam bukunya, Kepulauan Rempah Rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950 (2007). Buku ini mengungkapkan fakta-fakta sejarah selama 700 tahun yang mencakup beberapa periode pada sejarah Maluku Utara.

Sejak 1994

"Keistimewaan" buku ini selain isinya yang lengkap, juga proses penyusunannya. Adnan, mantan hakim yang tidak memiliki latar belakang pendidikan sejarah ini, mencurahkan waktunya untuk menyusun buku tersebut sejak dia pensiun tahun 1994. Ia mengumpulkan data dan informasi untuk penyusunan Kepulauan Rempah Rempah dari wawancara, buku, disertasi, dan dokumen-dokumen lama.

Perburuan data sejarah mengantarkan dia sampai ke Gedung Arsip Nasional, Perpustakaan Nasional, dan Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, sampai perpustakaan di Belanda. Selama 13 tahun tak terhitung berapa kali Adnan bolak-balik Jakarta-Ternate untuk mengumpulkan data.

Setiap temuan fakta dia catat, dia berusaha mengecek ke lapangan, kemudian menyusunnya sesuai dengan periode sejarah. Ketekunannya mencatat setiap bukti sejarah sungguh luar biasa untuk seorang yang berusia 77 tahun. Ia tidak mempunyai asisten. Semua pencarian data dan informasi serta proses pencatatan dia lakukan sendiri dengan tekun, teliti, dan rapi.

Ketekunan dan kerapian Adnan itu tentulah berkaitan dengan pendidikan Belanda yang mengutamakan disiplin, di samping karena ketertarikannya pada sejarah sejak kanak-kanak. Dalam pengolahan data untuk bukunya itu, dia juga diuntungkan oleh kemampuan berbahasa Belanda yang diperoleh selama bersekolah hukum. Buku dan dokumen berbahasa Belanda dipahaminya dengan mudah.

Kesukaan membaca buku yang ditanamkan ayahnya, Haji Muhammad Adnan, sejak masa kecil juga sangat membantu. Membaca adalah aktivitas yang menyenangkan bagi Adnan. Di perpustakaan ia bisa menghabiskan waktu seharian untuk membaca dokumen-dokumen lama. Sekarang pun, koran Kompas yang menjadi langganannya selalu dibaca habis semua tulisannya, mulai dari berita, tajuk rencana, opini, hingga surat pembaca.

Membahayakan

Perjuangan Adnan mengumpulkan fakta sejarah kadang membahayakan keselamatannya. Suatu hari ia menemukan dokumen di Arsip Nasional tentang pemberontakan Haji Salahuddin di Patani, Halmahera Tengah. Ia lalu mengunjungi daerah itu untuk mendalami informasi yang diperolehnya, Mei 2007.

Saat dia menyeberang dari Weda ke Patani, mesin kapal yang ditumpanginya rusak. Ia dan penumpang kapal itu terombang-ambing selama sekitar 12 jam di lautan lepas. Rasa lapar dan haus menggerogoti tubuhnya yang renta. Adnan baru sampai di Patani setelah diselamatkan oleh nelayan yang sedang mencari ikan.

Penelusuran fakta sejarah untuk penyusunan bukunya itu juga mengantar Adnan pada berbagai temuan yang belum pernah terungkap. Misalnya, keberadaan Kerajaan Moro di Halmahera Utara pada abad ke-15. Kerajaan Moro itu pernah menonjol pengaruhnya dan menarik misionaris Fransiscus Xaverius untuk singgah di tempat itu. Jejak sejarah ini belum pernah terungkap. Selama ini Moro lebih dikenal karena mitos sebagai orang yang bisa menghilang.

Ia juga menemukan arus perpindahan masyarakat Halmahera ke Ternate pada awal abad ke-13. Ketika itu terjadi konflik politik di Halmahera, sementara daerah Ternate menjanjikan perbaikan ekonomi dari cengkeh. Kondisi ini mendorong perpindahan penduduk dari Halmahera ke Ternate.

Masyarakat kemudian menggantungkan hidup dari hutan cengkeh di lereng Gunung Gamalama. Perdagangan pun mulai marak dengan hadirnya para pedagang dari China. Pada abad ke-14 perdagangan di kawasan ini semakin ramai dengan datangnya para saudagar dari Arab, Turki, Melayu, dan Jawa.

Adnan telah bersusah payah mengumpulkan berbagai fakta sejarah Maluku Utara yang semula tersembunyi di tumpukan dokumen. Fakta-fakta itu kini terdokumentasi dalam buku, dan semoga bisa dibaca sampai ratusan tahun mendatang.

"Niat saya menyusun buku ini hanya untuk mengabdi kepada daerah saya ini. Saya ingin mempersembahkan buku ini, yang saya harap bisa menjadi referensi tentang Maluku Utara. Selama ini sejarah Maluku Utara bisa dikatakan tidak dikenal orang, disinggung pun tidak," ujar Adnan.

Penyusunan buku Kepulauan Rempah Rempah jauh dari motivasi komersial. Adnan memperoleh bantuan penelitian dan penyusunan buku dari sebuah lembaga internasional. Royalti yang diterima Adnan hanyalah 50 eksemplar buku cetakan.

Dia tidak keberatan. Adnan menerima semua itu karena motivasi utamanya bukan keuntungan materi. Dia ingin mempersembahkan sebuah sumber pengetahuan yang tidak akan hilang dimakan waktu. Ini juga demi membuktikan bahwa Maluku Utara bukanlah negeri mitos.

Sumber : Kompas, Sabtu, 1 Desember 2007

No comments:

Post a Comment