Jun 29, 2009

Okky Asokawati, Perjalanan dari Panggung ke Panggung

Okky Asokawati, Perjalanan dari Panggung ke Panggung
Oleh : Ninuk MP

PADA tahun 1980-an nama Okky Asokawati identik dengan peragawati top Indonesia. Hampir semua desainer meminta perempuan kelahiran Jakarta, 6 Maret 1961, ini memeragakan rancangan mereka. Bahkan, Okky selalu membawakan gaun terakhir, karya puncak sang perancang. Tepuk tangan selalu mengiringi penampilannya.

LALU suatu saat saya ikut pergelaran Edward Hutabarat. Ternyata, saya tidak lagi membawakan gaun penutup. Saya terpukul, bertanya-tanya, apa yang salah dengan saya," cetus Okky awal pekan ini dalam percakapan di Jakarta Selatan.

Okky dihibur Firman Ichsan, suaminya ketika itu, bahwa dari segi fisik, pengalaman, dan kemampuan Okky tidak kalah. "’Orang hanya bosan dengan kamu,’ kata Mas Firman. Tentu saja saya sangat terpukul. Lalu saya mesti bagaimana?" kenang Okky.

Di situlah Okky mengalami ujian yang kesekian kali dalam hidup. Bagaimana memenuhi kebutuhan untuk menjadi terkenal seperti keinginannya sejak kecil? Menurut lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini, bila orang ingin hidup sehat bukan hanya fisik yang mendapat cukup makan, tetapi ego juga harus kenyang. Kalau masa di fashion sudah lewat, ke mana bisa mengenyangkan ego?

Saat itu sebuah majalah perempuan meminta Okky menjadi pembicara dalam seminar pengembangan kepribadian. Okky mati-matian menyiapkan makalah untuk presentasi itu. Dari situ Okky merasa panggung seminar bisa memuaskan egonya karena dia menjadi pusat perhatian.

Sebelumnya, dia mendirikan sekolah model OQ (1988) yang kini ada di Jakarta, Bandung, dan Surabaya, selain memberi in house training. Okky sempat pula terjun dalam multilevel marketing (MLM) produk kesehatan dan gaya hidup, bermain sinetron, dan menjadi pembawa acara gaya hidup di sebuah stasiun televisi.

"SAYA ketika kecil itu minder, tidak percaya diri. Saya merasa tidak cantik. Tidak punya apa-apa yang bisa dibanggakan. Tetapi, sejak kecil saya punya keinginan menjadi orang terkenal," kata Okky, anak kelima dari enam bersaudara.

Kebutuhan menjadi terkenal itu tumbuh dari situasi masa kecil. Dia ingin dihargai, diperhatikan, sementara keluarganya yang sangat sederhana menurut Okky membuat dia tidak diperhatikan teman-temannya.

Ketika Okky baru kelas I sekolah dasar (SD), ayahnya yang polisi di Jakarta, (almarhum) A Tanuamidjaja, diadili dengan tuduhan terlibat G30S/PKI dan 14 tahun berada di tahanan. Ibunya, Sutardjiah, harus menghidupi enam anak yang masih bersekolah dengan memberi les piano dan bahasa Inggris. Ke mana-mana mereka naik bus.

Tanpa sadar Okky belajar, bila dia menonjol orang akan berteman dengannya. "Pertama kali saya rasakan nikmatnya sebagai orang menonjol ketika kelas II SD. Mulanya saya tidak bisa kali-kalian, tetapi kakak memaksa belajar. Ketika nilai saya bagus, teman-teman mengajak bermain. Saya lalu belajar harus cerdas supaya dihargai karena saya tidak punya apa-apa lainnya," ujar Okky yang memaparkan pengalaman hidupnya itu dalam buku Jangan Menoleh ke Belakang, yang ditulis Muara Bagdja dengan editor Threes Emir dan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama.

Perjalanan Okky sebagai peragawati bisa dikatakan berawal ketika dia memenangi Putri Remaja Berpakaian Malam Terbaik dalam lomba Putri Remaja yang diadakan majalah Gadis pada tahun 1978. Okky mendaftar sendiri untuk ikut lomba itu karena memimpikan bisa seterkenal remaja yang sering muncul di majalah yang dia pinjam dari temannya karena tidak punya uang untuk membeli.

"Saya punya kebiasaan menulis impian saya dalam dream book, saya tempeli gambar-gambar. Radar otak kita akan bergerak ke arah impian itu," kata Okky yang memajang di kamarnya gambar penyanyi Emilia Contessa menjelang masuk ke SMAN XI Bulungan, Jakarta Selatan. Di antara daftar impian Okky saat tahun 2000 adalah gaji Rp 50 juta per bulan, pensiun (dari MLM) dengan peringkat Diamond, umroh, ajak Diva (putrinya) ke Disneyland, deposito Rp 100 juta, pembantu punya TV di kamar belakang, great artist great mother, punya rumah besar di Pondok Indah, dan buka OQ Modelling di Bandung dan Surabaya. Beberapa mimpinya itu sudah terwujud.

"Ketika disalami Mas Iwan Tirta yang jadi salah satu juri, dia mengatakan, ’Suatu saat kamu akan jadi model saya’," papar Okky. Setelah itu berkali-kali Okky menjadi model Iwan Tirta dan membawakan gaun pengantin perancang dan seniman batik yang saat itu menjadi barometer model top Indonesia.

PERAN model Okky adalah ibu dan ayahnya. Dari ibunya, Okky ingat nasihat untuk tidak pernah menyandarkan diri kepada orang lain. Sementara dari ayahnya, Okky belajar hidup bermanfaat bagi banyak orang dan jangan pernah minder kepada siapa pun karena dasarnya setiap orang egois, selalu ingin didengar, tidak mau dipotong percakapannya.

Nasihat itu diterapkan Okky ketika masuk dunia MLM, dunia yang jauh dari gemerlap panggung mode, karena merasa tertantang saat ada yang mengatakan dia tidak akan bisa. Okky memandang MLM adalah akademi kehidupan sesungguhnya karena dia harus merendahkan ego untuk membuat orang merasa nyaman dengan mendengar pembicaraan mereka.

Kini kesibukannya antara lain mengajar di sekolah model OQ dan memberi ceramah, membesarkan putrinya dari pernikahan dengan Firman Ichsan, Diva (9), serta mengurus rumah tangganya dengan Nono Padmodimuljo, pengusaha di bidang pemasaran minyak dan gas bumi.

Tentang perpisahannya dari bekas suaminya, Firman Ichsan, yang diakui Okky mengajarinya mandiri dan menghormati komitmen kerja, menurut Okky, justru merupakan keberhasilan dalam arti menyelesaikan secara baik-baik perbedaan yang tidak mungkin dipersatukan lagi. "Saya merasa ini pelajaran yang baik. Saya jadi bisa mengatakan perkawinan yang baik itu bagaimana," katanya.

Dia juga tidak menampik bila ada orang mengatakan Okky selalu ingin menjadi nomor satu sehingga kelihatan amat berambisi. "Saya tidak apa-apa dibilang berambisi, yang penting dalam mencapai itu tidak menjegal orang lain," katanya.

Satu lagi pelajaran hidup yang dia dapat adalah jangan pernah merasa tidak enak berbeda dari orang lain. "Selama kita menjaga integritas dan berada dalam nilai-nilai yang benar, jalan terus. Ini juga yang saya ajarkan kepada murid-murid saya," katanya.

Sumber : Kompas, Jumat, 8 April 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks