Jun 29, 2009

Komalasari, Belut untuk Pemberdayaan Petani

Komalasari, Belut untuk Pemberdayaan Petani
Oleh : Evy Rachmawati

Para petani puas dengan menangkap belut untuk dikonsumsi sendiri, tetapi Komalasari (49) mengolahnya sehingga bernilai ekonomis tinggi. Kini ia dikenal sebagai perintis usaha pengolahan belut yang sukses di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Produknya dikenal luas di sejumlah daerah di provinsi itu.

Setiap hari Komalasari beserta para anggota kelompok usaha pengolahan ikan Flamboyan yang dipimpinnya membutuhkan 100 kilogram belut segar untuk menghasilkan 10 kilogram produk jadi. Omzet penjualannya mencapai Rp 41,6 juta per bulan. Harga dendeng belut goreng berkisar Rp 90.000 per kg, sedangkan harga dendeng mujair goreng Rp 50.000 per kg.

Mereka terus menambah variasi produk. Kini terdapat 12 jenis produk pengolahan belut yang diproduksi, di antaranya belut dendeng, belut tepung, belut balado, belut pepes, belut kerupuk, belut santan kari, dan abon. Belut juga diolah dalam bentuk jamu atau kapsul.

Proses pembuatan produk pengolahan belut itu relatif sederhana. Untuk membuat dendeng belut, misalnya, daging ikan itu dibedah dan dibersihkan kotorannya. Setelah dikeringkan, daging belut itu lalu dibumbui dengan lengkuas, gula, bawang putih, dan beberapa bahan masak lainnya. Daging belut yang telah dibumbui itu kemudian dijemur sampai kering. “Belut yang akan diolah harus segar, sehingga bisa awet sampai beberapa bulan," tutur istri dari Zaenal Abidin itu.

Melalui usaha pengolahan belut itu, Komalasari mampu menggali potensi persawahan dan memberi lapangan kerja bagi para petani kecil dengan cara menampung hasil penangkapan belut yang dilakukan secara tradisional. Oleh karena itu, ia dipercaya menjadi ketua kelompok usaha “Flamboyan" yang beranggotakan 190 orang dan terdiri dari enam kelompok tani.

“Saya ingin meningkatkan pendapatan para petani agar bisa menyekolahkan anak-anak mereka," tutur ibu dari tiga anak ini.

Sukses itu membuatnya mendapat sejumlah penghargaan di tingkat nasional dan Jawa Barat. Pada tahun 1997, ia mendapat penghargaan Lencana Keluarga Berencana, karena mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga di daerahnya melalui pengembangan usaha pengolahan belut.

Ia diminta mengajar di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi, dan memberikan ceramah mengenai usaha pengolahan ikan tawar di berbagai seminar kendati tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang teknologi pangan. Banyak mahasiswa dan pelaku usaha menimba ilmu di tempat usaha “Flamboyan" dengan cara magang.

“Belut itu sangat bermanfaat bagi kesehatan," kata perempuan kelahiran Cianjur, 21 Mei 1955, ini. Selain mampu menguatkan daya tahan tubuh, ikan berbentuk menyerupai ular itu juga menormalkan tekanan darah, menghaluskan kulit, mencegah penyakit mata, menguatkan daya ingat, dan mencegah hepatitis. Kepala belut jantan membantu meningkatkan hormon vitalitas pria dan menghilangkan pegal-pegal pada pinggang.

Komalasari mengenal belut sejak usia dini dengan membantu orangtuanya membuat dendeng belut. Lulus dari Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri (SMEAN), ia bekerja sebagai tenaga pembukuan. Ia berpindah tempat kerja beberapa kali. “Waktu itu kan masih jarang orang yang sekolah sampai SMEA. Jadi, saya bisa dengan mudah kerja di perkantoran seperti bank maupun perusahaan swasta," ujarnya.

Meski bergaji lumayan besar, pada tahun 1980-an ia berhenti bekerja dan terjun langsung mengurus usaha keluarga di bidang pengolahan belut itu. Ia melanjutkan usaha keluarga yang telah berjalan selama puluhan tahun itu.

Setelah berjuang keras memasarkan produk pengolahan belut, hasil kolam miliknya tidak mampu memenuhi kebutuhan produksi, sehingga harus dipasok oleh sejumlah tengkulak. “Saya jadi ingin melibatkan warga sekitar dalam usaha pengolahan belut, karena selama ini masyarakat hanya menjadikan belut sebagai makanan tambahan," ungkapnya.

Pada tahun 1989, keinginan itu terwujud ketika ia aktif menjadi kader pos pelayanan terpadu (Posyandu) dan Keluarga Berencana (KB) lestari di lingkungan rumahnya. Berawal dari kegiatan penyuluhan kesehatan, ia mengajak para ibu rumah tangga itu untuk terlibat dalam pembuatan dendeng belut sehingga dapat menambah pendapatan rumah tangga. “Saya ingin agar mereka bisa mandiri," ujarnya.

Kediaman sekaligus tempat usahanya yang terletak di Kampung Tugu, Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, hampir tiap hari dipadati para ibu rumah tangga. Setiap kali mengikuti pelatihan teknologi pangan di berbagai tempat, ia berbagi ilmu kepada mereka.

Komalasari mendatangi para buruh tani dan meminta mereka untuk menangkap belut di sela-sela kegiatan bercocok tanam. “Saya kasih dulu uang muka pembelian belut yang masih dalam kondisi segar," tuturnya.

Semula hanya sepuluh petani yang bekerja sama dengannya dalam bidang pengadaan belut segar. Pada 21 Mei 1990, Komalasari membentuk kelompok usaha pengolahan belut “Flamboyan" yang beranggotakan 20 petani kecil. Kelak jumlah anggotanya lebih dari 100 petani. Nama “Flamboyan" dijadikan label dagang produk pengolahan ikan mereka.

Para penggarap sawah ini memperoleh tambahan penghasilan dengan menjual bibit dan belut segar. Mereka menangkap belut hingga lebih dari empat kg per hari, dengan harga berkisar Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per kg.

Komalasari mendidik mereka untuk. Setiap kali menerima setoran belut, ia menyisihkan sebagian hasil penjualan belut itu ke dalam tabungan masing-masing petani. Uang tabungan itu hanya bisa diambil ketika terdesak kebutuhan dan untuk biaya pendidikan anak.

Para ibu rumah tangga selain membuat dendeng belut dan aneka jenis produk pengolahan perikanan, juga membuat berbagai jenis makanan ringan. Hasil produksi mereka dipasarkan bersama di satu toko di tepi Jalan Raya Sukaraja, Sukabumi.

Kini Komalasari mengembangkan usaha serupa yang melibatkan masyarakat daerah lain di Sukabumi seperti Cisaat. “Kami berharap bisa memiliki showroom dan mobil operasional untuk memasarkan hasil produksi," tuturnya. (EVY RACHMAWATI)

Sumber : Kompas, Jumat, 1 April 2005

0 comments:

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by bukan tokoh indonesia | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks